Sobat Cahaya Islam, ketika seseorang meninggal dunia, keluarganya pasti akan merasa sangat kehilangan. Tangisan pun seringkali tak terbendung. Namun, benarkah tangisan keluarga bisa menyebabkan mayit mendapatkan siksaan di dalam kubur?
Mayit Disiksa karena Tangisan Keluarganya, Ini Dalilnya!
Tanda tanya besar ini muncul berawal dari hadits Rasulullah ﷺ yang sering membuat kita merenung. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya mayit itu disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.” (1)
Sobat Cahaya Islam, sekilas hadits ini membuat kita khawatir. Pasalnya, setiap kali ada orang yang meninggal, hampir selalu kita lihat keluarganya ada yang menangis. Lantas, apakah setiap tangisan akan menyakiti orang yang sudah wafat? Itulah yang perlu kita pahami maknanya lebih dalam berdasarkan penjelasan para ulama.
Penjelasan Para Ulama
Salah satu ulama asal Nusantara yang paling popular adalah Imam Nawawi rahimahullah. Beliau menjelaskan bahwa hadits di atas tersebut berlaku bagi mayit yang semasa hidupnya menganjurkan atau menyetujui perbuatan meratap (niyahah) jika ia meninggal. Jadi, bukan sekadar tangisan biasa yang penuh kesedihan dan ketulusan hati.
Ratapan yang dimaksud dalam Islam ialah tangisan yang disertai teriakan, merobek pakaian, menampar pipi, atau mengucapkan kalimat penyesalan terhadap takdir Allah. Ini merupakan bentuk ketidak-ridha-an atas ketentuan-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan golongan kami orang yang menampar pipi, merobek baju, dan menyeru dengan seruan jahiliah.” (2)
Dengan demikian, Sobat Cahaya Islam, jika seseorang semasa hidupnya membiarkan keluarganya meratap saat ia meninggal, maka ia bisa ikut menanggung akibatnya. Namun, jika ia melarang atau tidak ridha dengan perbuatan tersebut, maka ia tidak berdosa atas tangisan mereka.
Bagaimana Sikap yang Benar?
Islam tidak melarang bersedih. Bahkan Rasulullah ﷺ pun menangis ketika putranya, Ibrahim, wafat. Akan tetapi, sedih yang berlebihan tidaklah baik. Apalagi jika kesedihan tersebut menunjukkan ketidak-ridha-an terhadap takdir Allah. Rasulullah bersabda:
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يُرْضِي رَبَّنَا
“Sesungguhnya mata ini menangis dan hati ini bersedih. Tapi kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai oleh Rabb kami.” (3)
Sobat Cahaya Islam, menangis karena kehilangan orang tercinta adalah fitrah dan itu sangat wajar. Namun, jangan sampai kesedihan itu melampaui batas dan berujung pada perbuatan yang dilarang seperti yang tersebut dalam hadits di atas.
Oleh karena itu, mari kita jadikan duka sebagai momen untuk berdoa, bukan meratap. Doakan kebaikan bagi almarhum atau almarhumah, bersedekah atas namanya, dan menjaga lisan serta sikap saat berduka. Karena sejatinya, amalan dan doa kita yang akan bermanfaat bagi si mayit, bukan tangisan yang berlebihan.
Semoga Allah memberikan kesabaran, ridha atas takdir, dan keteguhan iman bagi setiap keluarga yang kehilangan. Aamiin.