Reliji  

Sejarah Kurban: Asal-Usul dan Hikmahnya Bagi Masyarakat Muslim Modern

Ibadah kurban bukanlah sekadar ritual tahunan, tetapi merupakan warisan spiritual yang sarat makna sejarah, simbolik, dan sosial. Ia mengakar dalam kisah profetik yang telah membentuk fondasi nilai-nilai keimanan dan pengorbanan dalam Islam.

Untuk memahami kedalaman makna kurban, kita perlu menelusuri asal-usulnya dalam sejarah kenabian, serta menggali hikmah yang relevan bagi masyarakat modern saat ini yang tengah dihadapkan pada tantangan gaya hidup individualistis dan materialistis.

Sejarah kurban dalam Islam bermula dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail ‘alaihissalam.

Ini merupakan ujian keimanan yang luar biasa—sebuah pengorbanan yang menuntut ketundukan total terhadap kehendak ilahi.

Allah mengabadikan kisah ini dalam Al-Qur’an:

Falammā balagha ma‘ahus-sa‘ya qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī adzbahuka fandhur mādzā tarā qāla yā abatif‘al mā tu’mar, satajidunī in syā-Allāhu minas-shābirīn”
(Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”) (QS. Ash-Shaffat: 102)

Kisah ini berakhir dengan diturunkannya seekor hewan sebagai ganti Nabi Ismail. Sebuah bukti bahwa keikhlasan dan ketundukan lebih utama daripada sekadar pelaksanaan lahiriah.

“Wa fadaynāhu bidzibḥin ‘aẓīm”
(Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar)
(QS. Ash-Shaffat: 107)

Dari peristiwa ini, kurban menjadi syariat yang dilestarikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya hingga hari ini, sebagai bagian dari syiar Islam di hari-hari Idul Adha.

Kurban dalam Syariat Nabi Muhammad

Rasulullah menjadikan kurban sebagai bentuk ibadah sunah muakkadah—sangat dianjurkan bagi yang mampu. Dalam hadis disebutkan:

“‘Ala kulli ahlin bi kulli ‘ām udḥiyah”
(Setiap keluarga, pada setiap tahun, wajib (disyariatkan) satu kurban)
(HR. Ahmad)

Meskipun tidak wajib, namun nilai ibadah ini sangat besar, bahkan Nabi tidak pernah meninggalkannya selama hidupnya.

Hikmah Kurban bagi Masyarakat Modern

Di era modern, ketika hubungan sosial banyak digantikan oleh teknologi dan kepentingan individu lebih dominan, ibadah kurban menyuguhkan pelajaran penting yang sangat relevan:

1. Menumbuhkan Empati Sosial

Kurban adalah bentuk distribusi kekayaan yang nyata. Daging kurban tidak hanya untuk yang berkurban, tapi juga untuk masyarakat yang membutuhkan. Dalam konteks ini, kurban membangun solidaritas sosial dan mencegah ketimpangan.

2. Menyucikan Hati dari Ego dan Dunia

Kurban melatih diri untuk tidak terikat pada kepemilikan duniawi. Ia menyimbolkan kesiapan kita untuk melepaskan sesuatu yang berharga demi Allah, termasuk nafsu egois yang merusak kemanusiaan.

“LaiyanālaLlāha luhūmuhā wa lā dimāuhā wa lākin yanaluhut-taqwā minkum”
(Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu) (QS. Al-Hajj: 37)

3. Melatih Kepemimpinan Spiritual dalam Keluarga

Kurban mengajarkan peran kepemimpinan dalam keluarga. Nabi Ibrahim tidak memaksakan kehendak, melainkan berdialog dengan Ismail. Ini menjadi pelajaran tentang komunikasi, kepemimpinan, dan pendidikan dalam rumah tangga.

4. Mengingatkan akan Fitrah Pengorbanan dalam Setiap Perjuangan

Tak ada keberhasilan tanpa pengorbanan. Kurban adalah simbol dari perjuangan besar yang lahir dari pengorbanan pribadi. Di dunia yang cepat dan pragmatis ini, kurban mengajak manusia untuk kembali ke akar: bahwa segala hal yang bernilai membutuhkan pengorbanan yang tulus.

Kurban bukan sekadar tradisi. Ia adalah ekspresi dari jiwa yang tunduk, hati yang ikhlas, dan masyarakat yang peduli.

Dengan meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kita belajar bahwa ketundukan kepada Allah tidak selalu mudah, tapi akan selalu bermakna.

Dalam dunia modern yang kian terfragmentasi, kurban menjelma menjadi simpul pengikat kemanusiaan dan spiritualitas.

Maka, mari jadikan kurban sebagai bukan hanya ritual, tetapi revolusi batin yang mengubah cara kita mencintai sesama dan Tuhan.