Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Moraza mengungkapkan sebanyak 69,5 persen pelaku usaha UMKM masih belum bisa mengakses kredit perbankan. “Padahal, 43,1 persen UMKM masih menyatakan membutuhkan kredit untuk ekspansi dan peningkatan produktivitas,” kata Helvi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 24 Mei 2025.
Ia mengungkapkan beberapa faktor penyebab mandeknya jumlah pengakses kredit perbankan. Misalnya status Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang belum memadai, kurangnya agunan, hingga tingginya suku bunga kredit yang tidak bersahabat bagi para pelaku usaha mikro kecil.
Helvi mengatakan, berdasarkan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) pada Januari 2025 rasio kredit UMKM baru mencapai 19,84 persen atau Rp 1.592 triliun dari total kredit perbankan Rp8.024 triliun pada Desember 2024.
Padahal, kajian kantor akuntan publik Ernst & Young’s (EY) pada 2023 menyatakan UMKM akan membutuhkan biaya mencapai Rp 4.300 triliun pada 2026 mendatang. Sementara ketersediaannya saat ini hanya Rp 1.900 triliun. “Artinya terdapat kesenjangan pembiayaan yang cukup besar,” kata dia.
Helvi pun menyinggung dana kredit usaha rakyat (KUR) pada 2025 sebesar Rp 300 triliun. Dari total itu, pemerintah akan mengalokasikan 60 persen dari penyaluran KUR untuk sektor produksi dengan jumlah debitur baru mencapai 2,34 juta sedangkan debitur graduasi menyasar kepada 1,17 orang.
Ia pun berjanji kementeriannya akan mendorong optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM. Helvi mengatakan, kementeriannya juga akan terus memperkuat peran perbankan dan lembaga keuangan untuk menggenjot pembiayaan produktif terutamanya untuk UMKM.
“Bank Himbara, Bank Pembangunan Daerah, hingga lembaga keuangan mikro akan dioptimalkan melalui integrasi data dan reformasi pembiayaan berbasis risiko yang lebih akurat dan adil,” kata dia.(Sumber)