News  

Bisnis Berdarah-darah, 70 Persen Pemilik Hotel dan Restoran Bakal PHK Massal Karyawan

Sekitar 70% pelaku usaha hotel dan restoran di Jakarta berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena bisnis yang berdarah-darah. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono memperkirakan pengusaha akan mengurangi 10% hingga 30% dari total jumlah karyawan.

“Kalau situasi seperti ini terus terjadi tanpa solusi dari pemerintah, maka banyak pengusaha tidak punya pilihan selain mengurangi jumlah karyawan,” ujar Sutrisno dalam konferensi pers secara daring, Senin (26/5/2025).

Rencana PHK massal ini muncul di tengah kombinasi tekanan yang makin berat, seperti penurunan okupansi hotel secara drastis, sementara biaya operasional terus naik. Tarif air PDAM meningkat hingga 71%, gas industri naik 20%, dan UMP naik 9% tahun ini. Margin keuntungan pun makin menipis.

Menurut Sutrisno Iwantono, langkah efisiensi pun sudah mulai dilakukan oleh hotel. Dari survei PHRI, pemangkasan tenaga kerja terutama menyasar pekerja kontrak dan harian lepas dan beberapa hotel bahkan menghentikan sementara seluruh proses rekrutmen.

Di sektor restoran, kondisi serupa juga dirasakan. Perwakilan pelaku usaha, Baskoro, menyebut belum ada PHK dilakukan, namun rekrutmen tenaga baru dan program magang dihentikan. “Kami tidak rekrut orang baru, tidak terima magang dulu. Semua kami tahan,” ucapnya.

PHRI mengingatkan, jika PHK terjadi secara luas, maka dampaknya akan menjalar ke berbagai sektor lain. Pasalnya, industri hotel dan restoran menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja di Jakarta dan menyumbang sekitar 13% Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI.

“PHK ini bukan cuma soal hotel, tapi juga akan memukul petani, UMKM, logistik, hingga pelaku seni yang selama ini bergantung pada industri pariwisata perkotaan,” tambah Sutrisno.

Untuk itu, PHRI mendorong pemerintah segera mengambil langkah konkret. Mereka mengusulkan pelonggaran anggaran perjalanan dinas dan rapat, penyesuaian tarif energi, serta penyederhanaan regulasi perizinan dan sertifikasi agar beban usaha tidak makin berat.

“Kalau tidak dibantu, industri ini bisa kolaps. Tutupnya hotel dan restoran itu artinya hilangnya banyak mata pencaharian,” tegas Sutrisno.(Sumber)