Hendrajit: Misi Berat Prabowo Ingin Jadi Mediator Israel-Palestina, Siap Anulir Camp David dan Oslo?
Direktur Eksekutif The Global Review, sekaligus pengamat geopolitik, Hendrajit, menilai pernyataan Presiden Indonesia Prabowo Subianto soal kesiapan membuka hubungan diplomatik dengan Israel merupakan langkah strategis yang sarat makna dan keberanian.
Dalam pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Prabowo menegaskan, Indonesia siap membuka hubungan dengan Israel asalkan Palestina menjadi negara merdeka berdasarkan skema solusi dua negara (two-state solution).
Menurut Hendrajit, pesan tersirat Prabowo setidaknya mencakup tiga lapisan penting. Pertama, Indonesia sejak era Sukarno tidak mengakui Israel karena negara itu lahir dari hasil konspirasi Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat, yang memaksakan pemisahan wilayah Palestina sejak 1948. Kedua, Indonesia secara konstitusional berpegang pada Pembukaan UUD 1945, yang mengamanatkan penghapusan penjajahan di muka bumi. Ketiga, sikap Indonesia selama ini bukan anti-Yahudi atau anti-Semit, melainkan anti-Zionisme, sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme di Timur Tengah.
“Saya melihat Prabowo menawarkan quid pro quo bukan hanya kepada Israel, tapi juga kepada AS dan Inggris yang sejak 1947 memanipulasi PBB membelah Palestina secara tidak adil,” ujar Hendrajit kepada Radar Aktual, Kamis (29/5/2025)
Namun, Hendrajit mempertanyakan apakah solusi dua negara realistis jika dilihat dari perspektif politik Palestina saat ini. Menurutnya, tanpa mengungkit peristiwa genosida 1948 yang menjadi akar persoalan, sulit membayangkan kesepakatan adil dapat tercapai.
Meski demikian, Hendrajit mengakui manuver Prabowo bisa dilihat sebagai terobosan baru. Prabowo tampaknya siap menawarkan Indonesia sebagai pemrakarsa perundingan atau bahkan mediator, membuka peluang munculnya kesepakatan yang mengoreksi skema lama seperti Perjanjian Camp David I & II maupun Perjanjian Oslo yang selama ini dikendalikan Amerika Serikat.
“Prabowo cukup berani berjudi dengan maut. The Dead Gambler,” kata Hendrajit, mengutip catatan harian perdana menteri pertama RI, Sutan Sjahrir: “Hidup yang tidak berani dipertaruhkan, tak layak untuk dijalani.”
Dengan manuver ini, Prabowo seolah memosisikan Indonesia sebagai pusat solusi dunia, memainkan peran yang selama ini dihindari pemimpin Indonesia terdahulu. Akankah langkah ini memecah kebuntuan sejarah panjang konflik Israel-Palestina? Ataukah hanya menjadi idealisme yang tak realistis?