Nama eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, kembali disebut dalam sidang kasus pengamanan situs judi online (judol) Kominfo.
Hal itu terungkap lewat kesaksian eks Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Hokky Situngkir, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/5).
Dalam sidang itu, duduk sebagai terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Dalam kesaksiannya, Hokky menceritakan pertemuannya dengan Zulkarnaen Apriliantony atau Toni di kediaman Budi Arie.
“Coba jelaskan pertemuan dengan Pak Toni bagaimana?” tanya jaksa dalam persidangan, Rabu (28/5).
“Pertemuan itu April, kita ketemu di kediaman Pak Menteri, setelah bertemu kita ngobrol setelah diperkenalkan dengan Pak Menteri,” jawab Hokky.
“Pak Menteri siapa?” tanya jaksa.
“Pak Menkominfo,” timpal Hokky.
“Siapa?” cecar jaksa.
“Budi Arie,” jawab Hokky.
Jaksa kemudian mendalami percakapan dan pembahasan dalam pertemuan di kediaman Budi Arie tersebut.
“Diperkenalkan, ‘oh ini teman saya’ atau bagaimana?” tanya jaksa.
“Iya ini yang mau bantuin soal judol,” jawab Hokky.
“Kapasitasnya Pak Toni ahli IT atau apa?” cecar jaksa.
“Saya tidak tahu,” ucap Hokky.
Kemudian, jaksa juga mendalami perkenalan Hokky dengan Adhi Kismanto, salah satu staf ahli yang direkrut Kominfo—yang kemudian menjadi terdakwa dalam kasus pengamanan situs judol ini.
“Kalau [dengan] Adhi?” tanya jaksa.
“Adhi setelah diperkenalkan itu [disebut] dia akan membantu secara teknis,” jawab Hokky.
“Setelah diterima di Kominfo?” cecar jaksa.
“Saya enggak tahu, tapi tiba-tiba Adhi itu ternyata di Kominfo,” ujar Hokky.
“Berarti sebelum apa sesudah?” tanya jaksa.
“Kalau dari timeline sesudah tapi saya enggak tahu. Saya tahunya, ‘ini Mas, yang mau bantu’,” tutur Hokky. Jaksa tidak mendalami lagi isi pertemuan di kediaman Budi Arie tersebut.
Namun, dalam persidangan yang sama, jaksa mencecar saksi lain yakni mantan Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Teguh Arifiyadi, terkait perekrutan Adhi Kismanto menjadi staf ahli Kominfo.
Menurut Teguh, terdapat kejanggalan penerimaan Adhi Kismanto sebagai salah satu pegawai di kementerian tersebut. Saat melihat CV Adhi, ternyata diketahui Adhi hanya lulusan SMK.
Padahal, kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi tenaga ahli adalah lulusan sarjana. Teguh kemudian menyampaikan kepada atasannya bahwa Adhi Kismanto tidak memenuhi kualifikasi.
“Kemudian, Dirjen menyampaikan bahwa ini, ‘tolong ini sampaikan ke Pak Menteri karena rekomendasi Saudara Adhi dari Pak Menteri’, kemudian saya forward informasi terkait tidak bisa diterimanya Pak Adhi kepada Pak Menteri melalui staf khusus,” ujar Teguh.
Akan tetapi, kata Teguh, staf khusus Menkominfo kemudian menyampaikan kepadanya agar peserta yang lulusan SMK tetap bisa diterima. Teguh pun mencoba memastikan lagi permintaan tersebut.
“Kemudian, tidak beberapa lama saya mendapat jawaban lagi dari staf khusus bahwa, ‘tolong dua orang yang ikut rekrutmen lulusan SMK diterima’, kemudian saya tanya lagi sekali lagi, melalui WA saya tanya lagi, ‘apakah ini beneran kriteria Pak Menteri, atau sudah tanya Pak Menteri?” imbuh dia.
Singkat cerita, informasi itu kemudian disampaikan Teguh kepada Nanik Ramini selaku ketua tim rekrutmen pada saat itu. Dalam diskusinya dengan Nanik dan tim keuangan, kata Teguh, Adhi memang tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi tenaga ahli.
“Akhirnya kami anggapnya sebagai orang yang dimintakan untuk membantu, kami tidak bisa menetapkan bahwa Adhi sebagai salah satu pegawai di tim kami,” ucap Teguh.
Dakwaan Kasus Pengamanan Situs Judol
Dalam dakwaan, nama eks Menkominfo Budi Arie Setiadi turut disebut. Jaksa menyebut bahwa pengamanan situs judol yang diduga terkait Budi Arie ini dilakukan agar situs judol tersebut tidak diblokir Kominfo.
Sekitar Oktober 2023, jaksa menyebut Budi Arie diduga meminta rekanannya, Zulkarnaen, untuk mencari orang yang dapat mengumpulkan data website judol. Zulkarnaen lalu mengenalkan Adhi Kismanto kepada Budi Arie.
“Dalam pertemuan tersebut Terdakwa Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo,” kata jaksa.
Adhi tak lolos dalam proses seleksi itu. Namun, ada atensi dari Budi Arie agar Adhi tetap diterima.
“Adhi Kismanto dinyatakan tidak lulus karena tidak memiliki gelar sarjana. Namun, dikarenakan adanya atensi dari Saudara Budi Arie Setiadi, maka terdakwa Adhi Kismanto tetap diterima bekerja di Kemenkominfo dengan tugas mencari link atau website judi online,” jelas jaksa.
Singkat cerita, Adhi, Zulkarnaen, bersama Muhrinjan selaku pegawai Kominfo, memulai aksi penjagaan website judol. Dari praktik penjagaan website judol itu, muncul nama Budi Arie.
“Bahwa kemudian Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony, Terdakwa Adhi Kismanto, dan Terdakwa Muhrijan alias Agus kembali bertemu di Cafe Pergrams Senopati untuk membahas mengenai praktik penjagaan website perjudian online di Kemenkominfo dan tarif sebesar Rp 8.000.000,- per website serta pembagian untuk Terdakwa Adhi Kismanto sebesar 20%, Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30%, dan untuk Saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50% dari keseluruhan website yang dijaga,” ujar jaksa.
Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa Budi Arie memberikan arahan soal situs judol tersebut.
“Pada 19 April 2024 Terdakwa Adhi Kismanto menerima informasi bahwa Menteri Kominfo memberikan arahan untuk tidak melakukan penjagaan website perjudian di lantai 3, selanjutnya Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony dan Terdakwa Adhi Kismanto dan menemui Saudara Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra untuk pindah kerja di lantai 8 bagian pengajuan pemblokiran dan disetujui oleh Saudara Budi Arie Setiadi,” kata jaksa.
Masih sekitar April 2024, Adhi Kismanto melakukan pertemuan dengan Zulkarnaen. Dalam pertemuan itu, Zulkarnaen menyampaikan Budi Arie telah mengetahui adanya praktik pengamanan website judol itu.
Informasi penting disajikan secara kronologis
“Zulkarnaen Apriliantony menyampaikan bahwa penjagaan website perjudian sudah diketahui oleh saudara Budi Arie Setiadi, namun Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony sudah mengamankan agar penjagaan website perjudian tetap dapat dilakukan karena Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony merupakan teman dekat saudara Budi Arie Setiadi,” papar jaksa.
Terkait namanya yang muncul dalam dakwaan kasus pengamanan situs judol, Budi Arie membantahnya. Dia menyebut, hal itu merupakan narasi untuk menyerangnya secara pribadi.
“Jadi, itu omon-omon mereka saja bahwa Pak Menteri nanti dikasih jatah 50 persen. Saya tidak tahu ada kesepakatan itu. Mereka juga tidak pernah memberi tahu. Apalagi aliran dana. Faktanya tidak ada” kata Budi Arie dalam keterangan tertulis, Senin (19/5).
“Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judol. Boleh dicek jejak digitalnya,” tambah dia.
Budi Arie mengaku tak tahu sama sekali adanya praktik pengamanan situs judi online itu. Apalagi soal pembagian keuntungan.
“Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum,” kata dia.
“Jadi sekali lagi, itu omongan mereka saja, jual nama menteri supaya jualannya laku,” lanjutnya.
Dia menegaskan belum pernah menerima aliran dana pengamanan situs judol.
“Tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan,” ungkap dia.
“Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya pribadi. Itu sama sekali tidak benar,” tuturnya.
Budi Arie pun juga membantah dan menyatakan tidak pernah memberi perintah kepada siapa pun untuk mengamankan situs judol. (Sumber)