News  

Kaum Terdidik Harus Jadi Pejuang Kebenaran, Bukan Intelektual Pelacur

Aktivis sosial Yusuf Blegur menyampaikan pandangannya yang mendalam terkait makna pendidikan dalam kehidupan manusia. Menurutnya, pendidikan tidak sekadar soal memperoleh pekerjaan atau mencari rezeki, melainkan menyangkut martabat, tanggung jawab, dan nilai-nilai moral di hadapan Tuhan.

“Pendidikan harus dilihat dan dimaknai sebagai tanggung jawab dan martabat seseorang di hadapan Tuhan,” ujar Yusuf Blegur kepada Radar Aktual, Jumat (30/5).

Yusuf menekankan bahwa status sosial, kekayaan, maupun jabatan seseorang tidak selalu linear dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Bahkan, menurutnya, gelar akademis seperti master, doktor, atau profesor tidak otomatis membuat seseorang lebih bermoral atau bijaksana.

“Seringkali penyimpangan perilaku justru bersumber dari kalangan orang-orang terdidik. Mereka bisa menjadi perencana, penggerak, bahkan pelaksana tindakan destruktif seperti kebohongan, kejahatan HAM, kerusakan lingkungan, hingga korupsi,” ungkapnya.

Ia menyoroti fenomena yang disebutnya sebagai “intelektual pelacur” — yaitu orang-orang berpendidikan tinggi yang terjebak dalam keangkuhan, bersikap eksklusif, bahkan menganut paham anti-sosial. Menurutnya, kaum intelektual seharusnya menjadi avant-garde atau garda terdepan dalam memobilisasi pemikiran pembebasan dan tindakan pencerahan.

“Ruang publik sudah menjadi keharusan untuk menyelenggarakan kehidupan yang selaras, harmonis, dan berkeadaban, lahir dari legacy pendidikan,” ujarnya.

Yusuf juga menekankan bahwa selembar ijazah bukan sekadar simbol legalitas, tetapi merupakan bentuk kehormatan yang melekat pada tiap individu, apalagi jika dimiliki oleh seorang pemimpin. Ijazah, katanya, memuat instruksi moral untuk menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

“Ada pesan suci yang tersembunyi dalam ijazah seseorang agar bisa mengejawantahkan nilai-nilai itu bagi semua, tanpa sekat sosial apapun, di mana pun dan kapan pun,” tegasnya.

Ia mengajak kaum terdidik untuk merefleksikan kembali makna pendidikan yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun. “Pendidikan harus menjadi sarana pembebasan dari hawa nafsu dan keserakahan, bukan sekadar alat untuk memburu kekayaan, jabatan, atau kekuasaan yang menindas,” tutup Yusuf Blegur.