News  

KPK Periksa 3 Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan terkait Dugaan Pemerasan TKA

KPK (IST)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga staf khusus Menteri Ketenagakerjaan terkait kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, salah satu staf khusus yang dipanggil adalah Luqman Hakim (LM), yang merupakan bawahan eks Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi perkara korupsi pengurusan rencana penggunaan TKA di Kemnaker,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6/2025).

Selain Luqman, Budi menyebutkan bahwa tim penyidik lembaga antirasuah juga memanggil dua staf khusus lainnya, yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Untuk Risharyudi, ia telah tiba sekitar pukul 09.52 WIB,” tuturnya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka yang diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, menyatakan bahwa para TKA diperas saat mengurus perizinan yang harus dilakukan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK).

“Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah dalam proses pembuatan RPTKA,” ujar Budi Sukmo.

Salah satu tersangka, yang juga merupakan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, Haryanto (HYT), disebut menerima uang sebesar Rp 18 miliar dalam kasus dugaan pemerasan terhadap TKA.

“Sampai saat ini, berdasarkan alat bukti yang kami miliki, HYT menerima sekurang-kurangnya Rp 18 miliar,” ujar Budi.

Budi juga mengungkapkan bahwa tujuh tersangka lainnya menerima uang pemerasan dengan jumlah yang berbeda selama periode 2019–2024:

Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker (2020–2023), menerima sekitar Rp 460 juta.

Wisnu Pramono, Direktur PPTKA Kemnaker (2017–2019), menerima sekitar Rp 580 juta.

Devi Anggraeni, Direktur PPTKA Kemnaker (2024–2025), menerima sekitar Rp 2,3 miliar.

Gatot Widiartono, Koordinator Analisis dan PPTKA Kemnaker (2021–2025), menerima sekitar Rp 6,3 miliar.

Putri Citra Wahyoe, petugas Saluran Siaga RPTKA (2019–2024) dan verifikator pengesahan RPTKA (2024–2025), menerima sekitar Rp 13,9 miliar.

Jamal Shodiqin, analis TU Direktorat PPTKA (2019–2024) dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA (2024–2025), menerima sekitar Rp 1,8 miliar.

Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker (2018–2025), menerima sekitar Rp 1,1 miliar.

Dengan demikian, total uang yang diterima oleh delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan rencana penggunaan TKA mencapai sekitar Rp 53 miliar. (Sumber)