Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru berpersepsi negatif atas inisiatif merumuskan Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN).
Menurut Bamsoet, haluan negara apakah itu nanti dalam bentuk TAP MPR atau UU, akan menjadi keniscayaan bagi Indonesia untuk menjaga dan memperkuat eksistensi negara kesatuan dan kebhinekaan bangsa.
Dia menjelaskan, esensi GBHN adalah menetapkan dan menyepakati kehendak atau cita-cita yang ingin diwujudkan bangsa ini dalam beberapa puluh tahun mendatang.
“Maka, muatan GBHN harus bersumber dari pemikiran, perhitungan, perkiraan dan penetapan target-target oleh semua elemen bangsa melalui dewan perwakilan dan majelis permusyawaratan (MPR/DPR/DPD),” kata Politisi Partai Golkar ini, Senin (4/11/2019).
Dengan begitu, kata Bamsoet, menjadi jelas bahwa GBHN bukan lah gagasan atau kehendak personal dan kelompok. Jangan juga, lanjut dia, rencana amandemen untuk menghadirkan kembali GBHN dipersepsikan sebagai upaya menambah kekuatan kewenangan MPR untuk sekadar menjadi lembaga tertinggi kembali.
“Urgensi bangsa ini punya GBHN tidak sesederhana itu,” tegas dia.
Bamsoet menilai, GBHN tak lebih dari sebuah dokumen yang menetapkan arah dan tujuan masa depan bangsa. Menurutnya, hampir semua bangsa memiliki dokumen serupa GBHN, karena setiap bangsa punya cita-cita dan target.
“Tiongkok berhasil melakukan lompatan besar berkat semangat Gaige Kaifang (reformasi dan keterbukaan) yang digagas pemimpin Tiongkok almarhum Deng Xiao Ping. Gaige Kaifang bisa disebut serupa GBHN,” ungkapnya.
Berpijak pada Gaige Kaifang itulah, kata politisi Partai Golkar ini, Tiongkok melakukan modernisasi empat pilar, meliputi pembangunan sektor pertanian, industri, pengembangan teknologi dan pembangunan sektor pertahanan.
“Hasilnya, dari negeri komunis dengan tingkat kemiskinan akut hingga dasawarsa 90-an, Tiongkok kini telah berubah menjadi kekuatan yang menentukan geopolitik dan arah perekonomian global,” jelas dia.
Dia mengungkapkan, draft GBHN yang akan dibahas MPR juga lebih fokus pada cita-cita dan arah masa depan bangsa. Cakupannya, imbuh Bamsoet, meliputi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Karena itu, GBHN haruslah holistik. Menjadi tidak relevan jika orang berbicara GBHN tetapi pijakan berpikirnya politik praktis,” tandasnya.