Fahmi Idris: Loyalis Membabi Buta Hambat Kaderisasi Golkar

Acara Diskusi Publik di Jenggala Center

Tokoh Senior Partai Golkar, Fahmi Idris mengungkap sejumlah kendala yang kerap dihadapi Golkar dalam proses kaderisasi. Satu di antaranya sikap loyalis yang membabi-buta dan kerap bersikap ‘pokoknya’.

“Problem berikutnya dalam proses kaderisasi itu ialah loyalis yang membabi-buta, yang tidak bisa lagi kita berdiskusi dengan akal sehat dengan mereka. Mereka selalu bersikap ‘pokoknya’ dan itu sudah berat,” kata Fahmi Idris dalam diskusi ‘Golkar Mempersiapkan Transformasi Kader’di, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2019).

Fahmi Idris mengatakan sikap kader yang terlalu mengagungkan satu tokoh bisa menghambat kinerja partai. “Itu banyak di antara kita, kader-kader kita yang bersikap begitu (loyalis buta) dan itu menyulitkan. Kalau dia sudah bersikap pokoknya itu sudah menyulitkan,” kata Fahmi Idris.

Politikus senior ini beranggapan seharusnya kader partai politik lebih mementingkan visi dan misi tokoh yang dijunjungnya. Namun, dalam praktiknya, banyak kader yang mengikuti seorang tokoh karena modal finansial orang tersebut besar.

“Kedekatan seseorang sering kali dipengaruhi masalah dana. Seperti sekarang menjelang Munas, bukan yang dihitung konsepnya, pandangannya, sikapnya pada Golkar, malah dananya bagaimana? ini membuat para kader akan condong pada pemilik dana yang kuat,” katanya.

Kurang setuju dengan aklamasi

Politikus senior Golkar, Fahmi Idris, turut menanggapi isu aklamasi dalam pemilihan Ketua Umum Golkar. Ia mengatakan sebaiknya pemilihan ketua umum Partai Golkar dilakukan secara voting.

“Saya termasuk yang kurang setuju kepada aklamasi, biarkan saja siapa memilih calonnya dan bebas saja,” ujar Fahmi Idris usai acara diskusi di Senopati, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2019).

Meski tidak menyetujui akan adanya aklamasi, Fahmi Idris mengaku tidak akan melawan putusan apapun terkait proses penentuan Ketua Umum Golkar. “Saya yang kurang setuju (aklamasi), tapi saya juga tidak bisa menentang,” ungkap Fahmi.

Ketika ditanya soal siapa yang lebih kuat untuk menjadi calon ketua umum Golkar, Fahmi Idris menilai baik Bamsoet maupun Airlangga saat ini mempunyai kekuatan yang sama.

Selain itu, kedua nama besar tersebut menurutnya memiliki kemampuan untuk memimpin partai berlambang pohon beringin tersebut.

“Oh kedua-duanya punya konsep itu untuk memajukan Golkar yang saya perhatikan selama ini. Di samping itu keduanya juga punya kemampuan untuk memajukan partai Golkar,” ucap Fahmi Idris.

LSI Sebut Transformasi Kepemimpinan Menjadi Tantangan Bagi Golkar dalam Pemilu 2024

Direktur Eksekutif Lembaga Survey Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan tranformasi kepemimpinan nasional akan terjadi pada tahun 2024.

Menurutnya, transformasi kepemimpinan merupakan sebuah proses kelahiran seorang pemimpin baru yang cenderung tidak memiliki kaitan terhadap isu-isu primordial atau organisatoris masa lalu.

Fenomena ini dinilainya menjadi sebuah tantangan bagi Golkar terutama dalam upayanya memenangi Pemilu 2024 mendatang.

“Kepemimpinan Jokowi masih saya anggap kepemimpinan nasional yang sifatnya transisi karena kalau kita bicara kepemimpinan, kita tidak bicara figur satu orang tapi keseluruhan generasi yang mengelola bangsa itu,” ujar Djayadi Hanan dalam acara yang sama, Selasa (19/11/2019).

Menurutnya generasi yang mengelola Indonesia saat ini adalah campuran antara pemimpin yang betul-betul baru muncul setelah reformasi dengan para pemimpin yang sudah ada sebelumnya.

Djayadi Hanan menyebut generasi milenial akan menjadi generasi pemimpin nasional pada 2024 dan dimungkinkan akan terjadi banyak perubahan. Hal itu berkaitan dengan munculnya pemimpin lokal yang bertaraf nasional seperti dicontohkan beberapa walikota hingga gubernur.

“Itu isu yang pertama saya kira yang perlu dijawab partai yang bertanggung jawab memang salah satu tugas partai adalah political rekrutmen,” ujarnya. {tribun}