News  

Hukuman Mati Bagi Koruptor

Diruang-ruang publik saat ini berlangsung perbincangan hangat mengenai wacana pemberlakuan hukuman mati kepada para koruptor. Wacana ini dipicu pernyataan Presiden Jokowi bahwa beliau setuju memberlakukan hukuman mati kepada para koruptor, jika hal itu merupakan kehendak rakyat.

Pendapat beliau ini memperoleh dukungan berbagai kalangan, seperti yang disampaikan Mahfud MD, Jaksa Agung, Komisi II DPR, dan sejumlah pihak lainnya, termasuk mayoritas pendapat nitizen.

Di lain pihak, ada yang nada-nadanya kurang setuju, namun menyampaikan penolakannya dengan mengatakan ‘perlu dikaji secara matang’, terlebih dahulu. Pandangan seperti ini, terutama disampaikan politisi dari PDI Perjuangan, seperti Ganjar Pranowo, Hasto Kristyanto (Sekjend PDI Perjuangan) dan Menteri Hukum HAM.

Bagaimana Allah memberlakukan sebuah aturan hukum bagi manusia menurut Al-Quran ?

Berbeda dengan masalah akidah dan etika (moral) Allah menetapkan persoalan seperti ini tanpa tedeng aling-aling, langsung dan tegas, tanpa kompromi. Tidak ada tawar menawar, dan langsung diserta janji dan acaman. Misalnya keharusan untuk hanya mempertuhankan Allah, dalam Al-Quran berlaku kepada siapa pun, dan kapanpun secara given, tidak ada tawar menawar, dan bagi siapapun yang melanggar hal itu, ancaman neraka jahannam menyertainya.

Demikian halnya dengan mereka yang tidak mengimani akan adanya hari kebangkitan dan kepastian akan pertemuan dengan Allah dihari kemudian. Hal ini menyangkut masalah akidah yang tidak tawar menawar didalamnya, dan berlaku secara taken for granted kepada kepada siapa pun.

Namun, dalam hal penerapan hukum dalam kehidupan sehari-hari, Allah memberlakukannya secara bertahap, diawali dengan memberikan penjelasan tentang baik buruknya suatu perbuatan, lalu memberikan pengecuain kepada perbuatan tertentu, lalu pada akhirnya menetapkan hukuman final yang bersifat mengikat sebagai ketentuan akhir yang kemudian diterima sebagai hukum (peraturan).

Misalnya; perintah sholat, di dahului tentang petunjuk pelaksanaan sholat, disertai penjelasan-penjelasan tentang kegunaan sholat, kemudian disusul dengan turunnya ayat-ayat yang mendorong rasa keagamaan, yang memotivasi manusia untuk memperbaikin hubungannya dengan Allah, baru disusul dengan perintah sholat dua kali sehari, disertai dengan kebolehan bercakap-cakap sambil melaksanakan sholat.

Kemudian disusul dengan perintah khusyu dan larangan bercakap-cakap dengan sholat, dan diakhiri dengan petunjuk untuk melaksanakannya secara khusyu lima kali dalam sehari semalam. Pentahapan penerapan peraturan seperti diatas, juga kita temukan dalam hal larangan melakukan zina.

Pertama, Allah memulai pelarangan zina ini dengan memberikan nasihat (Q.S. 17:32), kemudian disusul dengan ancamab sanksi bagi pelanggaran tersebut (Q.S. 4:15), lalu disusul penetapan saksi yang bersifat umum yakni di dera 100 kali (Q.S. 24:3).

Demikian halnya kita temukan dalam hal larangan meminum minuman yang memabukkan.

Ringkas cerita, Allah memberlakukan ketentuan yang bersifat langsung, tegas, tanpa pentahapan terhadap hal-hal yang menyangkut akidah, dan memberlakukan peraturan yang bertahap dalam hal-hal yang menyangkut syariah.

Penerapan hukuman bagi para Koruptor secara bertahap selama ini telah dilakukan, sejak sebelum terbentuknya KPK dimana prilaku korupsi dipahami sebagai larangan yang berstatus pidana umum, hingga dinyatakan berstatus sebagai extra ordianry crime dengan dibentuknya KPK.

Namun, secara nyata prilaku korupsi tidak kunjung berkurang bahkan daya rusaknya semakin luas bukan hanya terjadi level elit pemerintahan, namun telah menyebat hingga ke pedesaan.

Sebab, itu jika muncul wacana pemberlakuan hukuman mati terhadap koruptor, dari segi sosiologi hukum, telah sesuai dengan apa yang dicontohkan dalam Al-Quran.

Pemberlakukan hukuman mati kepada para koruptor dengan demikian perlu didorong semua pihak agar segera dijalankan. Korupsi termasuk perbuatan ar-rijs (perbuatan tercela) yang terulang sebanyak 10 kali dalam al-Quran.

Fahjur berasal dari kata hajara, yang kemudian menjadi hijrah, yakni meninggalkan suatu dimotivasi karena kebencian sesuatu tersebut. Nabi diperintahkan berhijrah dari Mekah ke Madinah guna menghindari, atau meninggalkan perilaku kaum musyirikin Mekah kepada beliau, disebabkan karena kebencian mereka kepada Nabi. Hajirah, artinya saat matahari di atas (tengah hari), yang menyebabkan panas teriknya terasa menyengat, sehingga para pekerja meninggalkan ruang terbuka (berlindung) dari sengatan matahari karena tidak suka.

Karena itu meninggalkan sesuatu karena dorongan kebencian kepada sesuatu disebut yahjuru. Kata ini digunakan Al-Quran pada surah al-Mudatsir ayat 5: Dan, Perbuatan Dosa Tinggalkanlah”.

Pada ayat ini ar-rijz dapat berarti dosa, berhala, atau siksa. Maka, jauhilah kotoran-kotoran yakni berhala-berhala, dab jauhilah pula perkataan perkataan dusta. (Q.S. 22: 30).

Korupsi adalah perbuatan tercela, prilaku yang disebabkan karena pemberhalaan terhadap materi, dan karena itu, diancam dengan siksaan yang berat.

Pemberlakuan hukuman mati kepada para koruptor secara sosiologis telah dapat diterima, mengingat hukuman yang lebih ringan (pidana umum) telah lama diterapkan.

Hasanuddin, Pemerhati Masalah Sosial Politik