Rocky Gerung: Jokowi Tak Lagi Bersama PDI Perjuangan

Rocky Gerung

Pengamat politik Rocky Gerung menilai saat ini Partai PDIP sudah tidak bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, menurut Rocky keduanya justru tengah bersaing.

Pernyataan tersebut disampaikan Rocky dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis (23/1/2020).

Awalnya, Rocky menjelaskan soal banyaknya perdebatan yang menjatuhkan pemerintahan saat ini atau disebut zero sum game. Perdebatan itu terkait segala macam kebijakan dan penanganan persoalan yang tengah dihadapi Indonesia saat ini.

“Iya zero sum game itu terjadi karena ada pihak yang surplus kader dan sialnya itu bukan milik petahana, ada partai besar yang nggak ada kader,” ujar Rocky.

Menurut Rocky, persoalannya ada pada banyaknya partai-partai kecil yang memiliki figur menonjol di masyarakat. Seperti Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Beberapa nama baru juga muncul dan ini bukan partai besar kan. Jadi sialnya di situ, treat off-nya nggak terjadi, karena itu partai besar gelisah,” ujar Rocky.

Rocky beranggapan, saat ini PDIP tengah gelisah, khawatir Jokowi ingin membuat partai sendiri dan mengabaikan investasi PDIP pada orang nomor satu di Indonesia ini.

“Sebaliknya Jokowi beranggapan mungkin di periode terakhirnya mesti tinggalkan legacy, mulai membangun building baru,” ungkap Rocky.

Hal tersebut, menurut Rocky menjadi sebuah persaingan yang terjadi antara PDIP dengan Jokowi.

“Saya lihat bukan PDIP bersama Jokowi, PDI-P yang bersaing dengan Jokowi atau minimal Jokowi bersaing dengan PDIP. Karena kan Jokowi sudah jadi orang politik yang dia tahu dia nggak mungkin kuasai PDIP,” ucap Rocky.

Tak hanya itu, Rocky menilai, PDIP merasa Jokowi belum memenuhi seluruh hutangnya. Hal tersebut soal jatah menteri dari kader PDIP di periode kedua pemerintahan Jokowi dan banyak soal lainnya.

“Jadi saya lihat sebetulnya politik hari ini adalah persaingan antara presiden vs PDI-P,” tegas Rocky.

Tak berhenti di situ, Rocky juga menilai baik PDIP maupun Jokowi tengah berupaya menguasai dua peralatan hukum negara. Yakni PDIP memakai kejaksaan sebagai peralatan politik, sementara Jokowi secara nyata telah menguasai KPK.

“Itu secara gampang misalnya PDIP akan memakai kejaksaan sebagai peralatan politik. Etis tidak etis soal lain, faktanya itu PDIP ingin menguasai kejaksaan ceritanya panjang itu asal-usulnya,” ujar Rocky.

Rocky menyebut, adanya kekuatan kedua tokoh besar tersebut, kedua peralatan hukum itu bisa saling menyandera. “Jokowi secara real sudah menguasai KPK, jadi dua peralatan hukum ini Kejaksaan dan KPK bisa saling menyandera,” terang Rocky.

Menurut Rocky, kedua tokoh besar tersebut masih punya ambisi yang belum terpenuhi.

“Jokowi tentu punya ambisi politik baru, setelah dua periode selesai dia mesti tanamkan ambisi baru pada dinastinya. PDIP masih dalam suasana kejengkelan bahwa Jokowi sebagai kader PDIP justru tidak memberi ruang manuver pada PDIP,” papar Rocky.

Lebih lanjut, Rocky menjelaskan, bahwa PDIP bisa kehilangan banyak akses politik dan ekonomi. Hal tersebut lantaran presiden dirasa kurang melayani kepentingan PDIP. “Ini real politiknya begitu lah,” kata Rocky. {tribun}