News  

Penghina Walikota Risma Dibui, Said Didu: Lebih Parah, Saya Dikatakan Monyet

Kasus penghinaan terhadap Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, alias Risma, menjadi perhatian luas di tanah air. Seorang warga Bogor bernama Zikria ditangkap karena perkara tersebut.

Polisi menangkap Zikria karena dinilai telah menghina Risma melalui unggahannya di Facebook. Kini, Zikria terpaksa meringkuk di penjara Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya.

Nah, terinspirasi kasus tersebut, mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu ingin menguji penegakan hukum di Indonesia. Sebabnya, Said Didu juga mengalami kejadian serupa yaitu penghinaan di media sosial.

Said Didu merasa apa yang dialaminya jauh lebih berat dibanding apa yang menimpa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut. Sebab, dia dikatai orang sebagai monyet.

“Apa Ibu Risma bisa membantu saya bagaimana caranya agar orang ini bisa juga ditindak seperti orang yang menghina Ibu? Ibu dikatakan kodok – ini saya dikatakan monyet. Ini lebih parah. Saya akan laporkan orang ini untuk menguji bagaimana penegakan hukum di negeri ini,” kata Said Didu melalui akun Twitternya, @msaid_didu, dikutip VIVAnews, Kamis, 6 Februari 2020.

Said Didu juga memposting orang atau akun yang menghinanya tersebut yaitu @AbhizarKakek. Dia menuliskan: “Ini monyet bicara apa sih, Maaf terpaksa alu bilang kau monyet dgn logika ku ubtuk mendeskripsikan tentang kau @msaid_didu.”

Sejumlah pihak menyayangkan langkah Risma yang melaporkan Zikria ke polisi. Mereka menilai Risma terlalu terbawa perasaan, sehingga melaporkan rakyat biasa, yang menyebabkan orang tersebut dipenjara.

Bahkan, seorang warga yang identitasnya dirahasiakan ganti melaporkan Risma dan Kepala Polrestabes Surabaya kepada Ombudsman perwakilan Jawa Timur. Keduanya dilaporkan dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang lantaran telah memidanakan penghina Risma, Zikria Dzatil.

Pengaduan warga itu menyebutkan bahwa pidana atas penghinaan terhadap penjabat penyelenggara sudah dihapuskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015.