Yuddy Chrisnandi: Visi, Disiplin dan Silaturahmi

Tahun 2018 ini tepat kami berkawan dan bersahabat 30 tahun. Bersahabat lantaran banyak beririsan dalam kesamaan masa muda kala kerap bersilaturahmi dengan sejumlah guru dan mentor, meski persahabatan tak selalu memerlukan kesamaan, melainkan justru menghormati adanya perbedaan pilihan profesi dan jalan hidup.

Seusai perkenalan semasa mahasiswa pada akhir tahun 1980an, kami bertemu kembali di Jakarta. Yuddy sering mengunjungi Ekky Syachrudin, tokoh 1966 dan mentor anak-anak muda, untuk berdialog di kantor PAN ASIA Senayan, saya sering mendampinginya.

Meski menekuni profesi sebagai bankir muda di Bank Bukopin, minat Yuddy pada kemasyarakatan kuat. Belakangan Yuddy pindah ke Bank Bumi Daya (BBD). Dalam berbagai dialog itu, banyak percakapan khas anak muda tentang cita-cita membangun kompetensi, profesi dan cita-cita untuk Indonesia yang lebih adil dan demokratis, selain menguatkan kepemimpinan sipil.

Setelah serangkaian diskusi, belakangan diperluas dengan melibatkan sejumlah mantan aktivis mahasiswa dari Univeraitas Indonesia, Udin Saefusin Noer dan Indra Surya, kami menemukan kata penting yang dapat membangkitkan semangat terhadap masa depan yang kita cita-citakan untk Indonesia, tanah tumpah darah kita semua, perbanyak dialog tentang masa depan Indonesia yang dicita-citakan. Forum Dialog Indonesia (FDI) adalah nama perkumpulan yang disepakati anak-anak muda itu.

Yuddy berpandangan, percakapan tentang masa depan Indonesia bagaikan sayur tanpa garam bila tak melibatkan unsur militer. Yuddy mengajukan sahabatnya, Lettu Inf. Teguh Arif Insratmoko, perwira muda Kopassus.

Kami berempat kerap berdiskusi dan sepakat membuat daftar nama sahabat-sahabat lain di sekolah, kampus dan organisasi extra universiter yang kami kenal baik yang memenuhi sejumlah kriteria diantaranya: menyelesaikan perguruan tinggi untuk menguatkan bukti kandidat bertanggungjawab pada tugas akademiknya, pernah aktif pada organisasi dan memiliki visi tentang masa depan Indonesia yang dicita-citakan.

Melalui proses itu, terkumpul lebih dari 100 orang dari berbagai lulusan perguruan tinggi, lintas profesi di Indonesia berkumpul pada tanggal 26 September 1993 di Jakarta mendeklarasikan pendirian perkumpulan FDI.

Aktivitas FDI adalah setiap dua bulan kami rutin berkumpul dan berdiskusi, kerap mengundang sejumlah senior dan pakar sipil dan militer sebagai pembanding atau pembahas pemikiran anak-anak muda itu.

Selain Ekky Syachrudin, Dr. Rizal Ramli, alm Adnan Buyung Nasution, Emha Ainun Najib, Mayjen Zacky Anwar Makarim, Prof Suharsono Sagir, Dr. Nurcholish Madjid, Jumhur Hidayat, Ray Sahetapi dan banyak tokoh lain aktif mengasah nalar dan kearifan para penggiat FDI ini.

Tak jarang kami juga diundang berdialog di Lemhanas yang kala itu dipimpin Letjen R. Hartono, Pangkostrad Letjen Wiranto. Sebelumnya juga Mayjen Hendro Priyono Pangdam Jaya, dan mengunjungi dan berdialog dengan Danjen Kopassus, Agum Gumelar, untuk meminta izin berdiskusi dengan anak-anak buahnya.

Kami juga kerap berdiksusi dengan Siti Hardiyanti Rukmana, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Mayjen Sjafri Syamsudin, Kapuspen ABRI, Mayjen Sudrajat, perwira tinggi ABRI, Mayjen Poernomo, pengamat politik Eep Saefullah Fatah dan tokoh-tokoh militer dan sipil lainnya pada waktu dan tempat terpisah.

Dari berbagai persentuhan itu, saya mengenal sahabat Yuddy memiliki visi yang kuat terhadap masa depan Indonesia sebagai negara demokratis yang beradab. Negara yang dibangun oleh semua pecinta NKRI sebagai negara yang tertib dan hukum sebagai panglima.

Peran sipil dan militer ditempatkan sesuai dengan Undang-undang dan koridor masing-masing. Negara harus memiliki militer yang kuat, tanpa harus menjadi militeriistik. Pemikiran ini pun pernah kami sampaikan kepada Presiden RI kala itu, Pak Harto, atas jasa baik puterinya, Siti Hardiyanto “Mbak Tutut” Rukmana. Pak Harto terbuka menerima berbagai masukan itu dan banyak menyimak.

Rangkaian pemikiran tersebut lantas dirangkum FDI dan menugaskan salah satu penggiatnya, Ibnu Hamad, untuk menjadi Editor buku yang berjudul Membangun Kemandirian Indonesia; Dari Penggalian Nilai Hingga Penataan Kelembagaan dan dengan Kata Pengantar Prof. Juwono Sudarsono (1985), kala itu Gubernur Lemhanas RI.

Selain kekuatan visi, kekuatan lain dari sahabat Yuddy ini adalah persistensi dan disiplin. Selain rajin olahraga, mengajar di Univeraitaa Nasional, dan puasa Senin-Kamis. Disiplin dan peraisten. Ia juga sangat menghormati Ibunya yang saya kenal baik dan seorang suami dan ayah yang sering mengajak keluarganya pada kegiatan-kegiatan FDI.

“Persahabatan kita di FDI, harus berlanjut dengan para isteri, suami dan anak-anak kita” ujarnya.

Kekuatan ketiga adalah rajin silaturahim dan kolaborasi. Tahun 2014, bersama Garin Nugroho, Yuddy juga menjadi kurator buku yang berisi pesan dan harapan kepada Presiden terpilih pada Pemilu langsung pertama tahun 2014. Buku itu berjudul; “Pemimpin Perumahan, Pekerjaan Rumah Untuk Presiden RI tahun 2014-2019”. Saya turut menulis salah satu bagian dari buku tersebut.

Dari uraian diatas terlihat tiga kekuatan dari Yuddy yang menonjol; visi atau cita-cita kuat, disiplin dan rajin silaturahmi serta kolaborasi.

Saya tak banyak mengikuti langkah-langlah selanjutnya dari pilihan hidup Yuddy baik dari sisi pengabdian akademik maupun pilihan politiknya sejak tahun 2005, termasuk saat dirinya maju dalam proses pemilihan Ketua Umum Golkar, keluar dari Golkar dan bergabung dengan Partai Hanura. Sebagaimana diketahui, selanjutnya Yuddy terpilih sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokarai pada tahun 2014-2016.

Saya mengunjunginya dua kali kala itu, saat Yuddy usai dilantik Presiden Joko Widodo untuk memikul amanah sebagai MENPAN RB RI untuk mengucapkan selamat dan berpesan tentang harapan para sahabat tentang pentingnya menjaga integritas sebagai pejabat publik. Setelah itu komunikasi kami banyak dilakukan melalui percakapan via WAG FDI dan acara buka puasa saat Ramadhan. Kunjungan kedua saya lakukan sesaat setelah Yuddy menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri.

Seusai tugasnya sebagai Menteri, justru rumahnya makin ramai dikunjungi para mahasiawa dan sahabat, termasuk saat jelang keberangkatan tugas barunya ke Kiev (Ukraina).

Jelang keberangkatan tugas itu, saya melihat langsung puluhan bidan dari berbagai kota berkunjung ke rumah Yuddy di Tebet untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena status kepegawaian mereka menjadi jelas pada era Yuddy sebagai Menpan RB.

Khabar terakhir saya mendengar Yuddy pamitan langsung ke Ketua Dewan Pembina Pantai Hanura, Jendral (Purn) Wiranto, untuk kembali “pulang kandang” ke Partai Golkar, tanpa embel-embel jabatan apapaun pada partai itu.

Sepekan kemudian saya mengetahui dari media, Yuddy ditetapkan sebagai Dewan Pakar pada kepengurusan Partai Golkar dibawah kepemimpian Airlangga Hartarto.

Selamat melanjutkan pengabdian untuk negeri ini sahabat.

Tiga kekuatanmu; teguh pada cita-cita, disiplin dan rajin silaturahmi bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia lainnya. Insya Allah. Aamien. Tak ada yang tak mungkin untuk anak-anak Indonesia.

Selamat melanjutkan khidmat dimanapun, sahabat. Visi dan kebiasaanmu diatas rata-rata, saya yakin buahnya pun senantiasa di atas rata-rata, Insya Allah.

Ahmad Mukhlis Yusuf
Executive dan Leadership Coach, anggota International Coach Federation (ICF). Presiden Association Professional Coach Loop Indonesia (APCLI) tahun 2018-2020, CEO Perum LKBN ANTARA (2007-2012) dan President Organization of Asia Pacific News Agencies (2007-2010).