Efek Covid-19

Virus yang menyebar dari pasar kecil di Wuhan China itu, telah menghantui dunia. Ekonomi morat marit. Bursa saham Asia, pun Wall Street, merah tersengat Corona satu minggu belakangan. Arab Saudi sementara menutup jalur untuk ibadah Umrah. Wabah Covid-19 masuk melalui Iran, menyengat negeri padang pasir.

Di Indonesia, satu minggu terakhir (Februari 2020), IHSG tersungkur di zona merah. Seluruh sektor emiten penopang IHSG keok di zona merah. Pasar saham meringkuk tak karuan. Saham-saham pada rontok—berguguran. Per Jumat 28 Feb 2020, IHSG ditutup merah merona pada sesi II perdagangan.

OJK pada jumat 28 Feb 2020, sudah mewanti – wanti, bila IHSG tetap terjebak pada zona merah, maka sudah mempersiapkan protokol buy back tanpa RUPS. Pun skema pengentian perdagangan saham (suspend), bila composite jatuh terlalu dalam. Bursa Amerika Serikat dibuka melemah seiring aksi jual saham oleh investor yang cemas dengan perkembangan terakhir wabah virus corona (covid-19).

Sektor basic industri dll dengan bahan baku dan penolong impor—terutama dari China dan negara terdampak Covid-19, mulai menjerit. Produksinya terganggu oleh bahan baku dan penolong. Perusahaan export pun meringis, akibat beberapa negara tujuan ekspor yang mulai menerapkan isolasi negerinya. Akses penerbangan, jalur darat dan laut ditutup. Bukan tidak mungkin, bila disektor perdagangan CAD makin lebar diawal 2020.

Covid-19 effect pun menyerempet ke Makroekonomi Indonesia. Di pasar obligasi sekunder, Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 – tahun menurun tajam karena dampak wabah Corona. Data Refinitiv memperlihatkan harga SUN terkoreksi. Ini tampak dari empat seri acuan yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield) dengan besaran lebih dari 10 bps. Normalnya, pergerakan yield SUN harian di bawah 10 bps.

Tidak cuma nyawa yang bergelimpangan, tapi ancaman resesi juga di depan mata. Bila wabah Vovid-19 berlangsung lama. Penularan begitu cepat. Kita sekarang hidup dalam kecemasan. Satu per satu, masing-masing negara mulai mengisolasi diri.

Jauh sebelum itu, kita menyaksikan, di Xinjiang China, nyawa warga etnis Uyghur tak ada harga. Boro-boro kemanusiaan. Sebanyak 1,5 juta warga etnis Uyghur hidup dalam isolasi di camp-camp militer RRC. Operasi genosida kebudayaan berlangsung. Disiksa dan dicuci otak. Ditransfer nilai-nilai fundamental komunis. Kemanusiaan dicabut dari akar bumi. Nyawa tak berharga—sepeserpun.

Covid-19 adalah pelajaran tentang harga nyawa dan kemanusiaan. Kebebasan warga Wuhan China tercerabut. Hidup dalam kurungan-isolasi. Tertutup dari dunia luar. Menyaksikan handai tolan terkapar merenggang nyawa. Tuhan sedang menerangkan, bahwa kemanusiaan adalah harga tak terhingga.

Dus, di India, pelajaran seperti di wuhan China itu belum sampai. Ini bukan soal agama, tapi harga kemanusiaan. Tidak cuma tata kosmos saja yang bergerak menuju keseimbangan. Faktor-faktor imateri kosmos, adalah komponen suprarasional yang turut bergerak menuju titik imbang. Isolasi warga Uyghur China dan Wuhan, sama mahalnya. Lagi-lagi, sama-sama menerangkan tentang kemanusiaan.

Sudah 30 lebih warga muslim India yang merenggang nyawa akibat konflik regulasi kewarganegaraan di negeri berdewa Brahmana itu. Sayap kanan Hindu pendukung pemerintah, kini menyapu sentra-sentra peribadatan warga Muslim. Nyawa berjatuhan. Itu juga harga kemanisaan. Tuhan akan menerangkan, seberapa mahal harga kemanusiaan yang tercerabut itu.
Seperti di Wuhan !
Wallahu’alam

Abdul Hafid Baso, Pengamat Sosial Budaya