Surati Jokowi, Waketum Gerindra: PP Poligami Tindas Perempuan dan Picu PNS Korupsi

Arief Puyuono

Penindasan terhadap perempuan tidak bisa dibenarkan dengan dalil apapun, termasuk dengan membiarkan ayat-ayat poligami bagi pegawai negeri sipil (PNS) dalam Peraturan Pemerintah.

Sebab, hal itu sangat bertentangan dengan Pancasila, khususnya di sila kelima, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Hal tersebutlah yang mendasari Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono menyurati Presiden Joko Widodo untuk mencabut ayat-ayat poligami.

“Selain melanggengkan penindasan pada perempuan, poligami oleh PNS laki-laki inilah yang menyebabkan maraknya korupsi di kalangan PNS.”

“Bagaimana mungkin kita memerangi korupsi, tetapi melegalisir PNS boleh poligami. Presiden Jokowi jangan membiarkan ini berlarut-larut,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (8/3).

Sejatinya, PNS yang digaji uang rakyat harus menjadi teladan yang baik, bukan justru menjadi contoh buruk di tengah masyarakat.

“Pantesan korupsi di kalangan PNS dan pejabat tidak pernah selesai, karena harus melegalisir nafsu birahi dengan berpoligami,” lanjut Arief Poyuono.

Bukan tanpa alasan ia mengaitkan poligami dengan praktik korupsi. Bagi Poyuono, poligami dipastikan membutuhkan biaya tambahan bagi keluarga ASN yang punya istri lebih dari satu.

Sebab besaran gaji PNS sudah dihitung sedemikian rupa yang didasarkan pada kebutuhan fisik dan nonfisik dengan satu istri dan dua anak atau lebih.

“Jadi kalau poligami ya pasti akan kekurangan dan akhirnya korupsi. Karena itu, Presiden Joko Widodo harus mencabut PP tersebut yang membuat moral ASN jadi rusak,” tandasnya.

Sebelumnya, ketentuan poligami termaktub dalam Peraturan Pemerintah 45/1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 10/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

“Betul (boleh poligami). Acuannya peraturan tersebut,” ujar Plt Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Paryono, Kamis lalu (5/3). {rmol}