News  

Proyek FPU HCML Mangkrak, SKK Migas Harus Terminasi Kontrak Dan Tender Ulang

Potensi Gas Bumi-Petugas dari PT Kalimantan Jawa Gas memeriksa instalasi pada stasiun pengukur gas yang memasok kebutuhan bahan bakar bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas Tambakalorok, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (30/10). Gas bumi yang diambil dari Sumur Kepodang Blok Muria tersebut menyuplai 116 mmscfd gas menggantikan bahan bakar minyak solar. Kompas/P Raditya Mahendra Yasa 29-10-2015

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mewanti-wanti SKK Migas soal mangkraknya proyek FPU Husky CNOOC Madura Limited (HCML).

Ia mengingatkan agar SKK Migas segera terminasi atau memutus kontrak vendor pelaksana proyek FPU serta mencairkan uang jaminan pelaksanaan.

Hal itu diingatkan Yusri, yang harus dilakukan SKK Migas sebelum melakukan pemilihan pelaksana proyek FPU melalui tender ulang atau beauty contest untuk mempersingkat waktu.

Untuk diketahui, kontrak sewa beli floating processing unit (FPU) terjadi sekitar tiga tahun lalu antara HCML dengan konsorsium PT Anugrah Mulia Raya ( PT AMR) beserta Sadakan Offshore Sdn.Bhd, Emas Offshore Construction and Production Pte.Ltd dan PT Pelayaran Intilintas Tirtanusantara.

Kontrak FPU ini bernilai USD 386 juta dengan jaminan pelaksanaan senilai USD 19.313.440. Hingga saat ini, konsorsium tersebut tak kunjung menyelesaikan proyek FPU. Proyek FPU itu sangat menentukan bisa komersial lapangan Migas MDA MBH untuk memasok kebutuhan gas industri di seluruh Jawa Timur.

Terkait pernyataan Yusri Usman itu, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menyatakan pihaknya pernah digugat di arbitrase ketika memutus kontrak di proyek Migas.

“Kami sudah punya contoh kasus proyek flowmeter kita terminasi dan cairkan bond, malah diarbitrase,” kata Fatar, Rabu (4/3/2020).

Mengenai keterangan Fatar Yani soal gugatan arbitrase itu, Yusri Usman kembali mempertanyakan soal jaminan pelaksanaan proyek tersebut, cobalah suruh dia baca surat edaran SKK Migas nmr : EDR- 0167/SKKMHOOOO/2017/S7 tertanggal 26 Juli 2017 Tentang Pelaksanaan Tender, khususnya tentang Jaminan Pelaksanan pada butir 4.6.5.3 dan 4.6.6 perintah pencairan jaminan pelaksanaan apabila pekerjaan tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak oleh PT AMR.

“Kalau begitu untuk apa fungsi jaminan pelaksanaan dan terminasi yang tercantum ada didalam kontrak, tetapi tidak dieksekusi ?, yaitu sesuai Pedoman Tata Kerja 07 dan surat edaran yang dikeluarkan oleh SKK Migas,” ungkap Yusri.

Lebih lanjut dikatakan Yusri, bahwa dalam PTK 07 disebutkan bahwa terminasi dan syarat jaminan pelaksanaan dicairkan apabila kontraktor wanprestasi.

“Kok jadi aneh pejabat SKK Migas kalau tidak taat terhadap aturan yang mereka buat sendiri, ini bisa merupakan pelanggaran serius.Karena PTK 07 itu dibuat khusus digunakan untuk proses tender dilingkungan SKK Migas dan mengacu sebagian besar kepada KEPRES tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yang seingat saya awalnya PTK 07 dibuat tahun 2007 oleh Kepala BP Migas Raden Priyono, sudah direvisi 4 kali, revisi terakhir pada tahun 2015,” sambung Yusri.

Mengenai gugatan dari kontraktor, Yusri mengatakan hal tersebut sebenarnya merupakan hal yang biasa dan tak perlu ditakuti, karena itu merupakan resiko kontraktor yang tidak perform, mereka sudah baca isi kontrak soal hak dan kewajiban serta sanksi sanksi akibat kalau tidak bisa memenuhi kewajiban sesuai kontrak beserta lampiran tehnisnya .

“Soal kontraktor yang menggugat adalah hal biasa, tak ubah seperti kontraktor yang selalu menyanggah setiap hasil lelang, akan tetapi itu merupakan resiko bisnis dan konsekwensi telah menanda tangani kontrak . Sama juga KKKS HMCL juga beresiko besar dan rugi besar apabila terlalu berinvestasi sejak awal ekplorasi dan persiapan membangun fasilitas produksi, tapi karena molor sehingga tidak bisa komersial, dan belum bisa menikmati cost recovery, sehingga akibat molor bisa IRR nya turun dari asumsi awal di POD, beber Yusri Usman.

Yusri lebih lanjut membeberkan, menjadi aneh kalau SKK Migas tidak melindungi kepentingan KKKS HMCL, dan terkesan malah membela kontraktor yang tidak perform, ada apa ?.

“Kalau itu terjadi, maka investor Migas bisa berpikir seribu kali untuk berinvestasi di Indonesia karejna pejabat SKK Migas tidak melindungi kepentingan investor.

Lagi pula, kata Yusri, gugatan itu merupakan hal biasa oleh kontraktor yang kena terminasi dan jaminan pelaksanaan dicairkan.

Oleh sebab itu, bukan dijadikan dasar kebijakan untuk tidak mencairkan jaminan pelaksanaan oleh HCML, apabila FPU Husky CNOOC di terminasi, itu sudah aturan PTK 07 SKKMigas, ungkap Yusri lagi.

Mengenai kasus Flometer yang disebutkan Fatar Yani, Yusri menyatakan kasus itu tentu berbeda dengan kasus FPU Husky CNOOC, karena flometer itu sudah terlanjur digunakan dan ditengah jalan dihentikan oleh SKK Migas, karena alasan teknisnya diragukan hasilnya,” ungkap Yusri.

Tanggungjawab SKK Migas
Terkait kontrak antara Husky CNOOC Madura Limited dengan Konsorsium PT Anugrah Mulia Raya beserta Sadakan Offshore Sdn.Bhd, Emas Offshore Construction and Production Pte.Ltd dan PT Pelayaran Intilintas Tirtanusantara, Fatar Yani Abdurrahman menyatakan SKK Migas tidak mempunyai kewenangan dalam hal kontrak.

“Kalau kontraktualnya, kita tidak memiliki obligasi karena yang berkontrak adalah HCML dan vendornya yang menurut Bareskrim merupakan hubungan perdata. Sedangkan yang dikeluarkan oleh SKK Migas adalah pesetujuan ‘bid plan’ dan ‘bid award’ yang menurut Bareskrim merupakan hubungan administrasi negara. Prinsip yang disetujui adalah monitoring proses tender dan pemilihan vendor yang sudah sesuai ketentuan PTK 007 dan bukan detail kontraknya,” kata Fatar Yani.

“Sebagai bukti SKK migas tidak terlibat hubungan keperdataan kontrak adalah SKK Migas tidak ikut menandatangani kontrak,” ungkapnya.

Terkait hal ini, Yusri Usman mengatakan dari perspektif hukum kontrak memang SKK Migas tidak punya hubungan keperdataan dengan HCLM dengan kondorsium PT AMR.

Selain itu Yusri mengatakan bahwa tak elok membenturkan pendapat hukum Jamdatun Kejaksaan Agung dengan pendapat hukum Bareskrim, karena Kejaksaan Agung itu resmi sebagai pengacara negara, maka pendapat hukum nya mengikat SKK Migas untuk ditindak lanjuti, kalau tidak diikuti, itu sama saja melawan Kejagung.

“Akan tetapi, perubahan opsi pembangunan FPU harus di dalam negeri setelah pemenang ditetapkan, bisa dianggap kesalahan paling fatal dilakukan pejabat SKK Migas, sehingga yang sudah ditetapkan awalnya sebagai pemenang adalah PT Duta Marine, dan karena perubahan opsi itu ditentukan belakangan bisa jadi penyebab gagalnya penyerahan FPU oleh kontraktor, maka perubahan itu mutlak SKK Migas yang harus bertanggungjawab. Seharusnya penegak hukum mendalami otak dan motifnya, karena tak wajar sarannya itu mengakibatkan pembuatan FPU tidak bisa terealisasi sampai sekarang, kemudian di dalam setiap usulan pemenang dari hasil lelang yang dilakukan KKKS, baru bisa ditetapkan sebagai pemenang setelah persetujuan Kepala SKK Migas,” beber Yusri.

Yusri menegaskan, kelalaian pengawasan sesuai Tupoksi SKK Migas dan apabila terjadi kerugian negara konsekwensi hukumnya apabila ada terjadi kerugian negara.

“Sama halnya kita buat acara kenduri, sudah mengurus izin dan minta pengawalan dari aparat kepolisian, tiba tiba ada tamu undangan menganiayai tamu lainnya di depan aparat hukum, dan aparat diam saja tidak melakukan pencegahan, maka apakah dibenarkan secara hukum sikap aparat yang membiarkan penganiayaan didepan matanya yang menimbulkan kerugian dan korban,” kata Yusri.

“Kalau SKK Migas tidak mau bertanggungjawab atas kegagalan komersial satu blok Migas karena salah memberikan advis dalam proses membangun fasilitas produksinya, maka pertanyaan nya untuk apa ada lembaga SKK Migas itu harus ada? Kalau tidak memberikan solusi ya lebih baik dibubarkan saja, karena tidak mampu menjaga kepentingan negara tetapi membebani anggaran APBN yang cukup besar setiap tahunnya untuk overhead SKK Migas,” ungkap Yusri.

SKK Migas kata Yusri, mempunyai wewenang cukup besar dan luar biasa, dimulai tahap menyetujui POD lapangan yang akan diproduksi, juga ikut mengoreksi dan menyetujui program kerja dan anggaran (WP & B) untuk setiap KKKS.

“SKK Migas juga memiliki kewenangan memberikan otoritas pengeluaran dan pembelanjaan, maka kewenangan yang luar biasa itulah dianggap KKKS bahwa siapapun pejabat SKK Migas dianggap sebagai malaikat pencabut nyawa, sehingga memberikan peluang besar pejabat SKK Migas bisa menyalah gunakan kewenangannya untuk membantu jagoannya bisa memenangkan proyek proyek besar di KKKS, itu sudah menjadi rahasia umum bagi komunitas migas, jadi jangan pura pura sok sucilah.

Karena tidak optimal fungsi pengawasannya oleh SKK Migas terhadap KKKS sejak perencanaan sampai dengan komersialnya sebuah lapangan, maka gak bisa seenaknya buang badan ketika KKKS timbul masalah dengan pihak ketiga seperti kasus HCML dengan PT AML ini,” tutup Yusri.