News  

Muhammadiyah: Jika Bung Karno Masih Hidup, Mungkin Beliau Akan Menangis

Abdul Mu'thi. Investor Daily / Emral

Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengajak agar rakyat Indonesia membayangkan bagaimana kemungkinan reaksi Soekarno, Proklamator RI, melihat keadaan Indonesia saat ini dibandingkan dengan cita-cita mulia dalam Pancasila dan UUD 1945.

“Saya berandai-anda, kalau seandainya Bung Karno sekarang ini masih hidup, kemudian melihat Indonesia seperti sekarang ini, maka ada tiga kemungkinan menurut saya,” kata Abdul Muti’ dalam webinar bertema ‘Pancasila dan Keadilan Sosial’, Selasa (9/6/2020).

Acara itu digelar DPP PDI Perjuangan sebagai rangkaian Bulan Bung Karno yang dimulai sejak 1 Juni.

Hadir pembicara utama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDIP bidang kaderisasi dan ideologi Djarot Saiful Hidayat, Wali Kota Semarang Hendar Prihadi, Sekjen Transparency International Indonesia Y. Danang Widoyoko, dengan Bonnie Triyana sebagai moderator.

Kembali ke Mu’ti, menurut dia ada tiga kemungkinan reaksi Bung Karno. Pertama, Bung Karno menangis karena perjuangannya belum terwujud.

Kemungkinan kedua, Bung Karno melawan atau melaksanakan sebuah gerakan perlawanan karena tidak tahan dengan berbagai keadaan.

Kemungkinan yang ketiga, Bung Karno mensyukuri keadaan di saat ini karena Indonesia sudah sesuai dengan yang beliau cita-citakan.

Apapun kemungkinan yang terjadi, Muti’ mengatakan Bung Karno telah beristirahat dengan tenang di surga, dengan seluruh perjuangan dan amalnya bagi bangsa dan negara.

“Bung karno telah berbuat yang terbaik bagi bangsa, telah berbuat baik bagi rakyatnya terutama kaum papa, wong cilik, orang kecil, kaum marhaen kaum dhuafa dan mustad’afin,” ujarnya.

Yang jelas, menurut dia, Pancasila dan UUD 1945 menegaskan Indonesia pada dasarnya harus menjadi negara kesejahteraan (welfare state), yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta melaksakanan ketertiban dunia.

Karenanya, bangsa dan negara Indonesia harus dijalankan untuk memastikan tiap-tiap warganya berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, di mana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

“Dan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Mu’ti.

Bila belajar dari praktik berbagai negara di dunia, negara kesejahteraan yang makmur adalah negara yang pemerintahannya hadir serta memiliki kontrol kuat terhadap kekayaan negaranya.

Di sisi lain, di kehidupan sehari-hari, tatanan masyarakat hidup dalam suasana yang adil dan makmur tanpa penghinaan, penindasan, kebinasaan, penghisapan, dan diskriminasi.

“Kita masih melihat ada banyak persoalan, kita melihat kesenjangan ekonomi masih menjadi persoalan yang serius. Secara hukum kita melihat memang terjadi ketidakadilan hukum, dan itu menjadi masalah. Kita masih mengalami ketidakadilan politik dan hak asasi manusia,” ujar Mu’ti.

“Ini saya kira menjadi tantangan kita bersama-sama,” pungkasnya. {beritasatu}