Orang Murtad Wajahnya Gelap

Pancaran cahaya di akhirat kelak pada wajah setiap orang di kalangan umat Nabi Muhammad SAW, dapat membedakan antara orang yang beriman dan selalu menjaga kemurnian aqidahnya, dengan gelapnya wajah orang yang Murtad, yaitu keluar dari agama Islam.

Baik yang secara terang-terangan seperti pindah agama, atau yang secara samar-samar, semacam para penganut Sinkretisme, aliran yang sengaja mencampur adukkan ajaran agama-agama yang berbeda, untuk diyakini secara bersama-sama dalam hidupnya.

Misalnya, ada orang yang saat datang hari Jumat, ia ikut beribadah shalat Jumat di masjid, lantas esok harinya, ia ikut ibadah Sabtu bersama kaum Yahudi di Sinagog, Lalu esok lusa ia ikut ibadah hari Minggu di gereja bersama penganut Nasrani.

Perbedaan ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Sayyidina Abu Hurairah RA, yang memberitakan, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berkunjung ke suatu kuburan, lalu beliau SAW mengucapkan salam ‘Assalamu’alaikum daara qaumun mu’minin wa inna insya Allahu bikum laahiqun’ (Selamatlah kalian wahai penduduk kampung orang-orang mu’min. Insya Allah kami akan menyusul kalian semua).

Setelah itu beliau SAW bersabda, “Aku ingin sekali, andaikata kita dapat melihat (bertemu) saudara-saudara kita .”

“Bukankah kami ini saudara-saudara engkau ya Rasulullah?” Tanya para shahabat.

“Kalian semua adalah para shahabatku,” tegas Rasulullah SAW. “Saudara-saudara kita yang kumaksud ialah orang-orang yang belum datang, tetapi akan datang kelak di hari kiamat.”

Para shahabat kembali bertanya, “Bagaimana engkau dapat mengenal umatmu yang belum datang tetapi akan datang di hari kemudian, ya Rasulullah?”

Jawab Rasulullah SAW, “Bagaimana pendapat kalian, jika ada seseorang yanmg mempunyai kuda putih di kening, putih di kaki, dan putih di tangannya, kemudian kuda itu berada di tengah-tengah kuda yang banyak tetapi hitam semuanya. Dapatkah orang mengenali kudanya?”

“Tentu, tentu, ya Rasulullah.”

Sabda Rasulullah SAW, “Nah, mereka itu akan datang nanti dalam keadaan putih bercahaya-cahaya mukanya, tangan, dan kakinya karena bekas wudhu, dan aku datang mendahului mereka ke telagaku. Ketahuilah, ada orang-orang yang kularang mendekat ke telagaku itu, seperti halnya seekor unta yang tersesat. Lalu kupanggil mereka, ‘Hai kemarilah.’ Tetapi nanti ada yang mengatakan, ‘Mereka itu telah bertukar agama (murtda) sepeninggalmu.’ Karena itu kuusir mereka, ‘pergilah jauh-jauh,’ kataku.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain, Sayyidina Abu Hurairah RA menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, “Kelak di hari kemudian telagaku lebih luas dari jarak antara Nailah dan Aden. Airnya lebih jernih daripada salju, lebih manis daripada madu dicampur susu. Bejananya lebih banyak daripada bintang-bintang dilangit. Aku melarang orang mendekat ke telagaku itu, sebagaimana orang menghalau unta orang lain apabila datang ke telaganya.”

Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau mengenali kami ketika itu?”
“Ya” jawab Rasulullah SAW. “Ketika itu kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki umat-umat lain. Kalian akan datang kepadaku bercahaya gilang gemilang karena bekas wudhu.” (HR. Muslim).

K.H. Luthfi Bashori [sumber]