News  

INDEF: 80 Persen UMKM Tak Tersentuh Program PEN Senilai Rp.123,46 Triliun

Kalangan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah juga tidak tinggal diam akan hal tersebut.

Program pemulihan ekonomi nasional (PEN) telah dirancang dengan biaya Rp 589,65 triliun, di mana salah satu fokusnya adalah membantu sektor UMKM.

Untuk UMKM, alokasinya Rp 123,46 triliun, antara lain berupa subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp 78,78 triliun, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp 5 triliun, penjaminan untuk modal kerja Rp 1 triliun.

Lalu PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP) Rp 2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM Rp 1 triliun.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai, strategi pemerintah dalam program PEN, khususnya untuk UMKM, belum cukup kuat untuk mendorong perekonomian Indonesia.

Salah satunya terkait subsidi bunga Rp 35,28 triliun yang ditargetkan untuk 60,66 juta rekening. Padahal dari sekitar 64 juta pelaku UMKM, baru sekitar 12 juta atau 19,74 persen yang mendapatkan akses ke layanan perbankan dan potensial mendapatkan subsidi bunga tersebut.

“Untuk subsidi bunga Rp 35,28 triliun bagi 60,66 juta rekening, pemerintah juga mengakui bahwa dari angka itu banyak sekali terdapat data ganda. Data OJK pun menyebutkan jumlah debitur UMKM hanya 12,67 juta.”

“Artinya banyak debitur atau individu yang memiliki jumlah rekening lebih dari satu. Problemnya adalah, baru 19,74 persen pelaku UMKM yang potensial mendapatkan bantuan.”

“Sebagian besarnya atau 80 persen justru tidak bisa mendapatkan fasilitas subsidi bunga karena memang sebelumnya tidak bisa mengakses layanan perbankan. Padahal mereka ini juga sama-sama terdampak Covid-19,” kata Tauhid Ahmad dalam acara diskusi yang digelar Indef, Rabu (10/6/2020).

Melihat kondisi tersebut, Tauhid menilai, skenario PEN akan sulit mendongkrak kembali perekonomian Indonesia lantaran banyak pelaku UMKM yang tidak terjangkau program PEN.

“Bagaimana ekonomi kita bisa cepat pulih dan bangkit kalau tidak ada instrumen untuk membangkitkan mereka. Yang potensial mendapatkan bantuan hanya 19,74 persen, itu pun realisasinya belum sampai segitu,” ujar Tauhid.

Menurut Tauhid, pemerintah perlu melakukan perbaikan data dan identifikasi ulang sasaran PEN untuk UMKM, mengingat sebagian besar tidak masuk dalam program tersebut.

Selain itu, alokasi untuk subsidi bunga, dana restrukturisasi, dana penjaminan, dan LPDB perlu ditambah untuk meningkatkan efektivitas perbaikan UMKM terdampak Covid-19.

“Adapun yang juga penting adalah memberikan kompensasi dari penutupan bisnis akibat kebijakan pemerintah seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), khususnya bagi UMKM yang omzetnya turun drastis dan parah. Kompensasi ini di luar dari skema PEN,” kata Tauhid.

Menurut Tauhid, juga perlu ada skema ‘dana darurat’ yang mudah diakes oleh UMKM dengan prosedur yang tidak berbelit-belit, mengingat sekitar 80 persen pelaku UMKM belum mendapatkan akses layanan perbankan.

Selain itu, pentingnya konsultasi dan pembinaan UMKM secara masif untuk proses recovery dengan melibatkan banyak sektor dan dunia usaha. {beritasatu}