News  

Defiyan Cori Pertanyakan Kinerja Ahok sebagai Komut Pertamina

Pertamina, Turunkan Harga BBM Jenis Pertamax

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah sekitar tiga bulan duduk sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero). Dia dianggap mampu menjawab keluhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta tudingan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan bahwa Pertamina sumber kekacauan yang hingga saat ini belum terjawab.

Menurut Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, seharusnya Ahok bisa menyelesaikan masalah-masalah di atas karena hal itu akan menjadi bukti penunjukan dirinya sebagai Komut Pertamina walaupun penuh kontroversial dapat dianggap tepat menjawab keluhan Presiden sekaligus menyelesaikan sumber kekacauan yang ditudingkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi.

“Seharusnya ini bisa menjadi pembuktian kinerja Ahok mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut,” kata Defiyan di Jakarta, Kamis (13/2/2020).

Defiyan juga mempertanyakan kinerja pemeriksaan internal Pertamina atas tindaklanjut temuan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang pernah dibentuk Presiden Jokowi pada periode 2014-2015 lalu yang menyampaikan bahwa telah terjadi kerugian atas Pertamina akibat para mafia pemburu rente impor minyak crude oil yang mengambil sebesar US$ 2-3 barel per hari.

“Hal itu dilakukan melalui proses bidding dan blending atas impor migas oleh Indonesia sebesar 800 ribu barel per hari, yang berarti mereka mendapatkan sekitar US$ 2,4 juta atau setara dengan Rp 33,6 miliar per hari atau mencapai sekitar Rp 1 triliun sebulan,” ungkapnya.

Terkait tindaklanjut “pembubaran” anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) yang perannya diganti Integrated Supply Chain (ISC), ia juga mempertanyakan apakah mafia migasnya benar-benar sudah tidak ada atau kinerja impor migas yang telah menurun dari angka 800 ribu barrel per hari?

“Sekali lagi, publik menunggu kinerja Ahok sebagai Komut agar melakukan pemeriksaan secara menyeluruh atas transaksi-transaksi impor migas yang selama ini dilakukan oleh Pertamina dengan mitranya, apakah benar kehilangan sebesar US$2-3 per hari atau Rp 1 triliun per bulan dari transaksi impor yang dilakukan itu masih terjadi atau sudah tidak ada,” kata Defiyan.

“Termasuk kemajuan kinerja pembangunan kilang minyak yang telah diminta Presiden untuk mengatasi defisit migas dan tidak bergantung pada impor migas dari Singapura dalam memenuhi kekurangan pasokan konsumsi dalam negeri sebesar 800 ribu barrel per hari itu,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah berulangkali menyampaikan kekesalannya tidak hanya soal impor minyak yang terus membengkak dan membuat ekonomi Indonesia susah bertumbuh maju, serta adanya peran para importir atau mafia migas di balik defisit Minyak dan Gas Bumi (Migas), juga atas semua permasalahan mandegnya pertumbuhan sektor industri sebagai akibat terkendalanya pembangunan kilang minyak di Indonesia.