Pantai di Bali Dijadikan Area Privat Hotel, Legislator PDIP Ini Meradang

Legislator dari daerah pemilihan Bali I Nyoman Parta memprotes keberadaan sejumlah tiang besi dan promosi iklan disalahsatu pantai di daerahnya yang dibuat salahsatu perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan yakni Lavaya Hotel.

Pasalnya, lanjut dia, tiang besi maupun promosi iklan tersebut seolah menegaskan bahwa area pantai yang ada di Bali bisa dimiliki segelintir orang maupun perusahaan.

“Kepada pihak Lavaya Hotel saya minta agar mencabut tiang besi yang dipasasang di pantai dan tidak lagi mempromosikan pantai sebagai private Beach,” tegas Nyoman dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (27/07/2020).

Nyoman mengaku mengetahui bahwa salahsatu pantai diwilayahnya dijadikan area private oleh Lavaya Hotel setelah dirinya melakukan kegiatan menanam pohon.

“Saya mengambil gambar ini (share foto ke media) kemarin saat ikut menanam Mangrove. Saya share ini untuk membangun kesadaran kolektif kita sebagai orang Bali bahwa harus menjaga pantainya terutama masyarakat pesisir jangan sampai pantai menjadi wilayah khusus pemilik atau tamu yang masuk hotel,” tandas Politisi PDIP itu.

Melihat kondisi tersebut, Nyoman pun mengaku mengirimkan foto atau gambar yang didapatnya ke sejumlah stakeholder yang ada di Bali.

“Secara langsung saya sudah kirim gambar ini ke Bupati Badung dan Wakil Bupati serta ketua DPRD Badung agar menegur perusahan yang sedang membangun Hotel Lapaya,” ungkapnya.

Diakuinya bahwa fenomena pantai dijadikan private area oleh segelintir orang dan perusahaan di Bali bukan kali ini saja terjadi.

“Kejadian seperti ini sudah sering terjadi tujuh bulan lalu saya sudah sampaikan protes hal yang sama terhadap akomodasi villa di Tabanan, ada juga keributan warga dengan wisatawan yang menginap di akomodasi pinggir pantai di Buleleng,” ungkapnya.

Nyoman mengingatkan bahwa semua area yang ada di Bali baik itu daratan maupun pantai adalah milik masyarakat Bali yang tidak bisa di klaim begitu saja oleh siapapun.

Tanah, air yang ada di Bali adalah tanah leluhur dan anugerah dari Dewata yang sudah melekat ke dalam jiwa dan sanubari masyarakat Bali.

“Gunung, sungai, laut melekat dengan cara beragama orang Hindu Bali. Sepanjang masih ada Melasti, Nyegara Gunung, Nganyut, Nangluk, maka gunung, sungai, laut harus tetap menjadi wilayah milik umum,” tegasnya.

Lebih lanjut Nyoman pun mengajak agar segenap masyarakat Bali memiliki kesadaran dan kepekaan untuk senantiasa menjaga, merawat apa yang menjadi kekayaan alam yang diberikan Dewata.

“Agar tidak terulang lagi dikemudian hari saya mengajak seluruh masyarakat Bali untuk ikut mengawasi hal-hal seperti ini. Kepada Esekutif dan Legislatif di seluruh Bali untuk memperhatikan hal ini, begitu juga kepada masyakat adat yang ada di pesisir,” tandasnya.

Nyoman menyarankan agar seluruh area yang ada di Bali menggunakan nama sesuai kearifan lokal dan berbasis sejarah serta budaya Bali. Hal itu diperlukan agar tidak ada orang atau perusahaan yang dengan seenaknya mengklaim.

“Untuk menghindari klaim di kemudian hari sebaiknya pantai kita diseluruh Bali tetap menggunakan nama lokal Bali.”

“Seperti pantai Sanur, pantai Lembeng, pantai Gumicik, pantai Lebih. Nama-nama lokal ini disamping otentik juga mengandung pesan pantai tetap menjadi milik umum,” harap Nyoman.

Terakhir, Nyoman pun mengajak dan mengingatkan agar pemangku adat khususnya daerah yang akan dijadikan proyek pembangunan Lapaya Hotel untuk menjaga dan memberikan peringatan keras kepada pihak yang akan mendirikan bangunan hotel tersebut.

“Kepada Bendesa Adat Tengkulung kelurahan Benoa agar sesegera mungkin menyikapi sesuai dengan pembicaraan kita kemarin, kembalikan ke nama lokal yaitu pantai Telaga Waja bukan pantai Lavaya Hotel,” pungkasnya. {ts}