Uji Klinis Vaksin China, PAN: Jangan Jadikan Masyarakat Kelinci Percobaan

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengkritisi upaya pemerintah yang ingin melakukan uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac terhadap1.620 sukarelawan.

Ia meminta pemerintah tidak menjadikan rakyatnya sendiri sebagai “kelinci percobaan” guna membuktikan keefektifan vaksin asal China tersebut.

“Jangan jadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan. Lakukanlah dulu kajian mendalam dan komprehensif secara ilmiah terhadap bebagai aspek baik dari kandungan, terlebih lagi aspek kehalalan produk dan selanjunya akibat atau dampak dari vaksin tersebut,” kata Guspardi, Selasa, 28 Juli 2020.

Guspardi mengatakan mengatakan hal tersebut berkaca pada pernyataan Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono yang menyebut vaksin Covid-19 Sinovac belum tentu lulus uji klinis tahap tiga di Indonesia.

Dalam diskusi daring bersama Anggota DPR dan PT Bio Farma pada Ahad (26/7) lalu, Pandu berujar kemungkinan vaksin ini lulus uji klinis hanya sebesar 10 persen.

“Belum tentu yang Sinovac ini lulus dari (uji klinis) fase tiga. Kira-kira saya dulu menganggapnya 10 persen (lulus uji klinis), tapi ada teman dari Australia bilang ternyata dari pengamatan database dunia kira-kira 30 persen yang lulus di fase tiga ini,” katanya.

Menurut Guspardi, pemerintah seharusnya memperoleh informasi lengkap negara mana saja yang telah menggunakan vaksin sinovac dan melakukan kajian terhadap hasil dan dampak vaksin tersebut. Ia tidak setuju jika uji klinis tahap ketiga langsung diujicobakan ke masyarakat Indonesia.

Daripada langsung melibatkan ribuan sukarelawan Indonesia untuk uji klinis vaksin sinovac, Guspardi bertutur, lebih baik lakukan riset dan kajian mendalam tentang vaksin itu dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten.

“Libatkan beberapa perguruan tinggi dan lembaga yang berkompten lainnya. Di uji kebenaran apakah benar vaksin ini sebagai upaya untuk menyehatkan atau menyembuhkan masyarakat dari Covid-19,” kata Guspardi.

“Jadi, tidak perlu ada relawan hampir 2000 orang itu. Karena WHO sendiri belum mengatakan kalau vaksin dari China ini betul terbukti menangkal dan mencegah Covid -19,” ujarnya lagi.

Tidak hanya itu, Anggota Badan Legislasi DPR ini juga mendesak pemerintah agar membuka isi kandungan vaksin sinovac yang berasal dari China tersebut.

“Wajib itu, karena masyarakat kita kan mayoritas Muslim. Jadi harus jelas isi dan kandungan vaksin ini apakah berasal dari tanaman, binatang atau benda lainnya,” jelas dia.

Legislator dari daerah pemilihan Sumatera Barat II ini mengatakan, kehalalan vaksin adalah hal yang tidak bisa dinafikan dan melibatkan MUI juga sangat diperlukan dalam pengembangan vaksin korona tersebut.

Mengenai perdebatan vaksin Sinovac ini, Pandu mengatakan, meski sudah sampai di tahap tiga uji klinis, sebuah vaksin bisa saja gagal digunakan secara masif jika terbukti menimbulkan efek samping bagi penggunanya.

Kasus tersebut pernah terjadi ketika Indonesia melakukan uji klinis vaksin demam berdarah dengue (DBD). Vaksin tersebut sudah lulus uji klinis tahap akhir, tetapi urung diterapkan lantaran menimbulkan efek samping.

“Jadi keselamatan itu penting sekali, walaupun efektif, ada efek samping enggak jadi, batal, walaupun sudah mahal,” tegasnya. {TS}