News  

Perludem: Calon Tunggal Jadi Strategi Baru Menangkan Pilkada Tanpa Kompetisi

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memprediksi 31 daerah memiliki calon tunggal dalam Pilkada 2020. Fenomena calon tunggal disebut menjadi salah satu strategi baru untuk menang.

“Fenomena calon tunggal menjadi strategi baru untuk memenangkan pilkada dengan menghambat kehadiran calon lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini saat dihubungi, Rabu (5/8/2020).

Titi mengatakan, dalam praktik global, calon tunggal biasanya terjadi di daerah kecil. Namun, menurut Titi, di Indonesia calon tunggal justru terjadi di daerah dengan jumlah pemilih besar.

“Biasanya dalam praktik global, calon tunggal terjadi di daerah pemilihan kecil sehingga partai tidak merasa terlalu terganggu eksistensinya. Atau merupakan cara-cara rezim otoriter untuk untuk menyingkirkan lawan politik mereka,” kata Titi.

“Sementara di Indonesia, calon tunggal terjadi di daerah yang daerah pemilihannya besar, dengan jumlah pemilih yang banyak, serta sistem multipartai yang dianut.”

“Mestinya eksistensi parpol dibangun, dengan mengusung calon dan menguji kemampuan mesin politik partai dalam berkompetisi,” sambungnya.

Dia menyebut calon tunggal pada dasarnya sebagai upaya untuk mengatasi kebuntuan politik. Namun Titi menilai saat ini calon tunggal dijadikan cara untuk menghindari kompetisi tanpa kehadiran calon lain.

“Calon tunggal bertransformasi dari upaya mengatasi kebuntuan politik (2015 melalui Putusan MK), menjadi cara memastikan kemenangan sejak awal, menghindari kompetisi tanpa kehadiran calon lain,” tuturnya.

Calon tunggal ini juga disebut muncul, karena beratnya persyaratan pencalonan untuk calon perseorangan. Hingga persoalan syarat dukungan kursi dan mahar politik.

“Beratnya persyaratan pencalonan, menjadi salah satu pemicu kehadiran calon tunggal. Ketentuan syarat dukungan kursi DPRD 20% atau 25% Pemilu DPRD juga jadi penghambat partai-partai untuk mengusung calon.”

“Berat dan mahalnya syarat untuk menjadi calon perseorangan juga membuat sulit bagi calon perseorangan untuk bisa maju di pilkada. Belum lagi praktik mahar politik yang ditengarai, membuat makin sulit upaya untuk memperoleh tiket pencalonan dari partai,” kata Titi. {detik}