News  

Di Depan Jokowi, Bamsoet Ingatkan Mengerikannya Resesi Ekonomi

Ketua MPR Bambang Soesatyo berbicara tentang kondisi perekonomian yang porak-poranda akibat pandemi COVID-19. Hal itu diungkapkannya di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR 2020.

Ia mengatakan, memburuknya ekonomi di Indonesia sudah tercermin dalam catatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 yang terkontraksi -5,32%. Menurut pria yang kerap disapa Bamsoet itu resesi sudah di depan mata.

“Memburuknya perekonomian tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga pertumbuhan ekonomi global yang merosot tajam karena terganggunya aktivitas perekonomian akibat pandemi Covid-19.”

“Bank Dunia melansir bahwa resesi sudah hampir pasti terjadi di seluruh wilayah ekonomi dunia,” ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Bamsoet yang mengutip lembaga internasional mengatakan resesi akibat COVID-19 ini merupakan yang terburuk dalam sejarah sejak Perang Dunia II. Bahkan, dalam outlook yang dipublikasikan pada bulan April 2020, resesi kali ini lebih dalam daripada era Great Depression pada tahun 1930-an.

“Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pun melansir proyeksi yang sama. Dalam laporan terbarunya, OECD menyebut, pandemi Covid-19 semakin membuat dunia terseret dalam jurang resesi terburuk di luar periode perang dalam 100 tahun,” tambahnya.

Bamsoet melanjutkan dampak ekonomi akibat virus corona sangat buruk sekali. Pemulihannya akan lambat dan krisis akan memiliki dampak yang bertahan lama, secara tidak proporsional mempengaruhi golongan masyarakat yang paling rentan.

Menurutnya hal itu perlu diatasi segera. Jika tidak efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor, mulai dari macetnya kredit perbankan hingga lonjakan inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya deflasi yang tajam karena perekonomian tidak bergerak.

“Kemudian, neraca perdagangan akan menjadi minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. Dalam skala riilnya, dampak resesi terhadap sebuah negara adalah meningkatnya pengangguran, anjloknya pendapatan, meningkatnya angka kemiskinan.”

“Lalu merosotnya harga aset seperti pasar saham atau properti, melebarnya angka ketimpangan, tingginya utang pemerintah bersamaan dengan penerimaan pajak yang anjlok, serta produksi yang hilang secara permanen, dan bisnis gulung tikar,” tutupnya. {detik}