News  

Aktivis HMI Banyuwangi: Politik Dinasti Picu Terjadinya Korupsi

Jelang pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Kabupaten Banyuwangi Desember 2020 mendatang, beberapa kalangan masyarakat Banyuwangi menyerukan gerakan tolak politik dinasti.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi “Pasal Dinasti” pada 2015, kerap dituding telah melanggengkan politik dinasti.

Sementara banyak masyarakat menganggap politik dinasti adalah praktik politik yang cenderung korup.

Pasal yang oleh sebagian pihak dianggap memiliki semangat untuk memotong rantai politik dinasti di daerah itu kemudian dihilangkan.

Setelah pasal tersebut dibatalkan oleh MK, data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, pada tahun 2019 terdapat tidak kurang dari 70 politik dinasti tersebar di seluruh Indonesia.

Sampai saat ini, sebagian pihak sangat menyayangkan adanya praktik politik dinasti tersebut.

Dandy Satrio P Aktifis HMI Banyuwangi yang juga salah satu penggagas gerakan tolak politik dinasti ini menilai keberadaan politik dinasti semakin memicu terjadinya praktik korupsi.

“Setidaknya sudah muncul sejumlah peristiwa korupsi yang berkaitan dengan politik dinasti yakni KPK menjerat dinasti mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dinasti mantan Bupati Kutai Kertanegara (Kukar) Rita Widyasari, dinasti mantan Wali Kota Cimahi, Atty Suharti, dinasti mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron, dinasti mantan Bupati Klaten, Sri Hartini dan dinasti mantan Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian dan banyak lagi.” ungkap Dandy.

Menurut Dandy, Itu menjadi alasan gabungan aktifis kelompok masyarakat sepakat menolak dan melawan praktek politik dinasti di banyuwangi.

“Semua itu bermula dari praktik politik kekerabatan (dinasti), dan tidak tertutup kemungkinan praktik politik dinasti ini juga akan terjadi di Pilkada Kabupaten Banyuwangi”, pungkasnya.