News  

Greenpeace: Perusahaan Korsel Hancurkan Hutan Papua Seluas Kota Seoul

Investigasi bersama Greenpeace International dengan Forensic Architecture menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group di Papua melakukan pembakaran hutan di provinsi itu secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Namun, temuan Greenpeace itu dibantah oleh Korindo Group. Perusahaan menyatakan bahwa informasi yang menyebut Korindo Group membakar hutan di Papua untuk perkebunan sawit tidak benar.

Mengutip rilis dari situs Greenpeace, perusahaan Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua dan telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001.

“Sebuah wilayah yang hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan,” demikian rilis di situs Greenpeace yang diakses pada Jumat (13/11).

Dalam penelitian tersebut, tim gabungan dua organisasi menggunakan citra satelit NASA untuk mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran lahan yang berlokasi di Merauke, Papua tersebut.

Selain itu, mereka menggunakan data yang dikumpulkan dari rekaman video survei udara. Lewat metode tersebut, tim peneliti menemukan pola deforestasi dan kebakaran tersebut menunjukkan bahwa pembukaan lahan menggunakan api.

“Jika kebakaran di konsesi Korindo terjadi secara alami, kerusakan lahannya tidak akan teratur,” kata peneliti senior Forensic Architecture, Samaneh Moafy.

“Namun, setelah dilacak dari pergerakan deforestasi dan kebakaran dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa hal itu jelas terjadi secara berurutan dengan kebakaran yang mengikuti arah pembukaan lahan dari barat ke timur dan terjadi secara besar-besaran di dalam batas konsesi Korindo.”

Mengutip situs Forensic Architecture, pemantauan dilakukan pada konsesi PT Dongin Parabhawa, anak perusahaan di bawah Korindo yang beroperasi di wilayah Merauke, Papua. Mereka memantau video ketika kebakaran di sana terjadi.

Untuk menentukan lokasi geografis dan sumber api pada kebakaran, mereka menggunakan sistem spasial utama yang dapat menunjukkan jaringan sebuah jalan.

Teknik analisis bernama Rasio Pembakaran Normal (NBR) digunakan untuk menemukan pola pembakaran di wilayah tersebut. Dari situ ditemukan pola pembukaan lahan dengan api terjadi bulanan antara Oktober 2011 sampai Januari 2016.

Data yang ditemukan kemudian dibandingkan dengan data hotspot di area yang sama dari data satelit VIIRS dan MODIS NASA dalam kurun waktu yang sama.

Perbandingan dua data itu menunjukkan kesamaan pola kebakaran, arah dan kecepatan perpindahan api. Dari sini bisa diduga kebakaran dilakukan dengan sengaja untuk membuka lahan.

Data kebakaran di lahan tersebut bahkan dibandingkan dengan perkebunan korporasi lain, yakni PT Internusa Jaya Sejahtera. Forensic Architecture mengatakan pola kebakaran di PT Dongin Parabhawa lebih sering terjadi dan lebih kuat.

Dan dilihat dari tangkapan gambar satelit di seluruh Merauke, mereka mengatakan konsesi Korindo merupakan wilayah terpanas yang terpantau sejak 2012 sampai 2015.

Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik menilai pemerintah harus meminta pertanggungjawaban Korindo terkait penemuan ini.

“Namun persoalannya, rekam jejak pemerintah dalam penegakan hukum lemah dan tidak konsisten apalagi kini regulasi perlindungan lingkungan dilemahkan pasca disahkannya UU Cipta Kerja yang pro-bisnis ketimbang aspek lingkungan,” katanya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menegaskan pihaknya memberikan perhatian terhadap kasus ini.

Meskipun demikian, pihaknya masih harus memastikan kebenaran dari hal tersebut. Ia pun masih mempelajari dan mendalami dugaan itu.

“Iya, tapi harus dicek juga bener nggak itu. Tahun berapa [terjadinya],” katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

“Itu video juga tahun kapan sih. Sudah dari 2013 kok baru [dilaporkan] sekarang,” lanjutnya.

Lebih lanjut, dalam rilis yang diterima dari Ditjen Gakkum KLHK, Ridho menilain seharusnya Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu.

Dia pun menyatakan bila Greenpeace memiliki bukti-bukti terhadap kejadian seperti itu, pihaknya menyarankan, lebih baik segera dilaporkan temuan-temuan tersebut agar segera bisa ditindaklanjuti.

Dia memastikan Ditjen Gakkum KLHK akan menindak tegas perusahaan dari negara manapun yang melanggar.

Sementara itu, Korindo Group membantah hasil investigasi yang dilakukan Greenpeace bersama Forensic Architecture tersebut.

“Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar,” demikian pernyataan resmi Korindo Group yang diterima.

Pernyataan resmi Korindo itu telah dikonfirmasi kebenarannya. Dalam keterangan itu tertulis nama Public Relations Manager of Korindo Group Yulian Mohammad Riza.

“Kami ingin menegaskan bahwa Korindo Group adalah perusahaan yang telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1969 dan konsisten berkontribusi dalam membantu perkembangan dan kemajuan rakyat Indonesia, khususnya di daerah Papua,” tulis Korindo.

Terkait dengan tuduhan pembakaran hutan dalam periode tahun 2011-2016, Korindo membandingkannya dengan temuan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017.

Temuan FSC menyimpulkan bahwa tidak benar Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan.

Temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar.

Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017.

Yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK. {cnn}