News  

Bansos COVID-19 Dikorupsi Buktikan Kebenaran Omongan Gus Dur: Kemensos Sarang Koruptor

Penetapan tersangka Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara atas dugaan kasus korupsi pengadaan dana bansos corona oleh KPK memperburuk citra Kemensos.

Mensos sebelumnya, Idrus Marham (Mensos 2018) juga tersandung kasus korupsi. Sebelum Idrus, ada juga Mensos periode 2001-2009 Bachtiar Chamsyah yang terseret kasus korupsi.

Usai menjabat sebagai menteri, Bachtiar terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas pengadaan mesin jahit yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2004 dan APBN tahun anggaran 2006, pengadaan sapi potong yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2004, dan pengadaan sarung tahun 2006 hingga 2008 yang dananya bersumber dari Usaha Kesejahteraan Sosial.

Ia dijatuhi hukuman 1 tahun 8 bulan dengan denda Rp 50 juta subsidair pidana kurungan 3 bulan pada 15 Maret 2011.

Sementara itu, KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1 pada tahun 2018. Kemudian pada April 2019, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Idrus Marham.

Idrus dinilai terbukti bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Idrus Marham yang divonis 3 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tipikor diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 5 tahun penjara.

Namun di tingkat kasasi, permintaan Idrus dikabulkan. Majelis Hakim MA menilai penerapan pasal terhadap Idrus tak tepat. Idrus Marham dianggap lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.

Hukuman terhadap Idrus akhirnya disunat dari 5 tahun menjadi 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Idrus Marham bebas murni pada 11 September 2020.

Catatan korupsi di Kemensos itu mengingatkan akan pesan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam wawancaranya dengan Andy F. Noya pada Desember 2009.

Dalam kesempatan tersebut, Andy menanyakan alasan di balik pembubaran Depsos (nama Kemensos dahulu) kepada Gus Dur. Sebab, Andy menyinggung, banyak orang telantar yang harus diayomi oleh departemen tersebut.

“[Alasan] persisnya itu karena departemen itu yang mestinya mengayomi rakyat ternyata korupsinya gede-gedean sampai hari ini,” jawab Gus Dur kepada Andy.

“Kalau membunuh tikus kan tidak perlu membakar lumbungnya. Kenapa Anda bakar lumbungnya?” balas Andy.

“Oh memang, karena tikusnya sudah menguasai lumbung,” tukas Gus Dur yang disambut gelak tawa penonton.

Bagi Gus Dur, pembubaran Departemen Sosial wajib hukumnya. Sebab, sebagai departemen yang seharusnya mengayomi rakyat. Departemen itu justru merampas duit rakyat.

Korupsinya gede-gedean. Andy beranalogi, bukankah tidak perlu membakar lumbungnya. Gus Dur Menjawab, pada banyak kasus memang hal itu benar. Namun, beda perkara jika tikus-tikus sudah terlanjur menguasai lumbung.

Sejarah berdirinya Kemensos

Kemensos RI sudah dibentuk sejak awal kemerdekaan Indonesia dengan nama Departemen Sosial (Depsos) RI. Misi lembaga tersebut sangat sederhana, mengurus fakir miskin dan anak telantar.

Iwa Kusuma Sumantri ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi lembaga tersebut dengan mempekerjakan sekitar 30 pegawai dari Bagian Perburuhan dan Bagian Sosial. Hingga kini, tercatat sebanyak 34 menteri yang memimpin lembaga itu.

Tidak seperti kementerian lain, Depsos tidak memiliki riwayat keturunan dari lembaga penjajah Indonesia. Artinya lembaga yang memiliki kewenangan mirip dengan Depsos tidak ditemukan pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang.

Untuk menjalankan misinya di bidang urusan kemiskinan, lembaga tersebut mengacu pada aturan Stb.1934 Nomor 26 jo Stb. 1939 Nomor 225.

Depsos dibubarkan di Orde Reformasi

Setelah puluhan tahun berdiri, lembaga tersebut dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dikutip dari Reformasi Administrasi Kajian Komparatif Pemerintahan Ketiga Presiden, L. Misbah Hidayat menuliskan Gus Dur juga membubarkan Departemen Penerangan, mengganti Departemen Pekerjaan umum menjadi Kementerian Negara Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Keputusan tersebut menyulut demonstrasi besar-besaran. Sebab, 50.875 pegawai terdampak. Unjuk rasa itu dipimpin oleh Menpen Yunus Yosfiah dengan menuntut Gus Dur harus menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut.

Misbah menambahkan, Gus Dur mengaku sengaja tidak memasukkan Depsos dalam Kabinet Persatuan Indonesia. Sebab, ia menilai kerja sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang seyogyanya hanya menjadi fasilitas masyarakat.

Sementara itu, dalam Buku Rapor Capres, Guruh Dwi Riyanto dan Pebriasnyah Ariefana menuliskan, pembubaran Depsos dinilai terlalu banyak melakukan korupsi. Ia menegaskan program kerja dari lembaga tersebut akan dilakukan oleh departemen lain.

Meski begitu, Laksananto Utama dalam bukunya Buku Ajar Hukum Jaminan Sosial mengatakan, sejumlah mantan petinggi lembaga tersebut membentuk Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN).

Sebab, masalah kesejahteraan sosial muncul akibat bencana alam dan naiknya populasi anak jalanan. Badan tersebut kemudian dibentuk kembali menjadi Depsos pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Terkait kebijakan Gus Dur menghapus Depsos, salah satu putri Gus Dur, Alissa Wahid mengatakan fungsi Depsos yang seharusnya untuk membangun kesejahteraan rakyat justru dikorupsi pada Era Order Baru.

“Korupsinya gede-gedean karena dananya besar dan target penerimanya langsung rakyat kecil yang nggak ngerti tata kelola pemerintahan. Depsos jadi sarang kedzaliman, karena yang diambil adalah dana buat rakyat kecil,”ujar Alissa melalaui keterangan tertulisnya, Minggu (6/12).

Ia menambahkan, korupsi anggaran Depsos berbeda dengan pembangunan infrastruktur, di mana, korupsi dilakukan bersama antara pejabat dan pemain bisnis.

“Kalau dana sosial, duitnya seharusnya diterima rakyat langsung, tapi rakyatnya tidak mengerti ada program itu, tidak mengerti berapa haknya, tidak mengerti bagaimana cara penerimaannya. Jadi gampang sekali dikorupsi, dan korupsinya berjemaah,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Alissa, Depsos juga dijadikan alat bagi rezim pemerintah untuk ‘membeli’ dukungan dari rakyat. Apabila, rakyat tidak mau menurut, konsekuensinya adalah tidak mendapatkan bantuan tersebut. Alhasil, Depos menjadi alat untuk merepresi rakyat.

“Sifat alamiah bansos itu membuat memang ini jadi lumbung korupsi. Dan sudah mengurat di masa Orde Baru itu. Makanya Gus Dur membubarkan,” pungkasnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2015 tentang Kemensos, tugas lembaga ini meliputi menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dan inklusivitas.

Dikutip dari lama Kemensos, fungsi dari lembaga tersebut adalah:

Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin.

Penetapan kriteria dan data fakir miskin dan orang tidak mampu.
Penetapan standar rehabilitasi sosial.

Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Kementerian Sosial.

Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial.

Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sosial.

Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Sosial di daerah.

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial, serta penyuluhan sosial.

Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Sosial. {kumparan}