News  

Studi Terbaru, Delirium Bisa Jadi Gejala Awal Infeksi COVID-19

Studi terbaru yang dilakukan para peneliti dari Universitas Oberta de Catalunya (UOC) menemukan bahwa delirium menjadi salah satu gejala awal infeksi Covid-19, khususnya pada kelompok lanjut usia (lansia).

Dikutip dari EurekAlert, Rabu (4/11/2020), penyakit delirium adalah gejala mental serius yang membuat penderitanya mengalami kebingungan parah dengan kesadaran yang berkurang.

Temuan ini menjadi kesimpulan utama yang diambil dari tinjauan penelitian ilmiah tersebut.

Studi ini menyoroti hilangnya indera perasa dan penciuman dialami pasien bersamaan dengan sakit kepala yang terjadi sebelum gejala batuk dan sesak napas. Beberapa pasien juga mengalami delirium.

“Delirium adalah keadaan kebingungan di mana seseorang merasa tidak terhubung dengan kenyataan, seolah sedang bermimpi,” kata peneliti Javier Correa dalam laporan studinya.

“Kita perlu waspada, karena seseorang yang menunjukkan tanda-tanda kebingungan mungkin merupakan indikasi infeksi,” kata dia.

Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Clinical Immunology and Immunotherapy ini menyoroti kaitan virus SARS-CoV-2 dengan otak sebagai sistem saraf pusat.

Hasilnya, peneliti menemukan adanya indikasi bahwa virus corona juga memengaruhi sistem saraf pusat dan mengakibatkan perubahan neurokognitif seperti sakit kepala dan delirium.

“Penyebabnya mungkin di antara tiga hal. Kurangnya pasokan oksigen pada otak, peradangan jaringan otak akibat badai sitokin, dan fakta bahwa virus memiliki kemampuan untuk mengalir di dalam darah yang bisa menuju otak,” kata Correa.

Dia menekankan, salah satu dari tiga faktor ini berpotensi menyebabkan delirium.

Apa itu delirium?

Melansir Healthline, delirium adalah perubahan tiba-tiba pada otak yang memicu kebingungan, dan berkurangnya kesadaran.

Delirium kerap membuat penderitanya kesulitan berpikir, mengingat, tidur, dan memerhatikan berbagai hal.

Delirium umumnya bersifat sementara. Pada beberapa kasus, delirium juga dipicu oleh upaya berhenti konsumsi minuman beralkohol, prosedur operasi, dan demensia.

Masih dari sumber yang sama, delirium terdiri atas empat jenis yaitu:

Delirium tremens, bentuk parah dari kondisi yang dialami orang-orang yang berusaha berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.

Delirium hiperaktif, ditandai dengan sikap sangat waspada dan tidak kooperatif.

Delirium hipoaktif, kondisi yang membuat penderita lebih sering tertidur dan lalai dari tugas sehari-hari.

Delirium campuran, kombinasi delirium hiperaktif dan hipoaktif yang terjadi secara bergantian.

Penyebab delirium

Delirium umumnya disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia, yang dapat mengganggu fungsi otak. Selain itu, konsumsi obat-obatan tertentu juga dapat mengganggu bahan kimia di otak.

Orang yang memiliki riwayat asma juga bisa mengalami delirium. Serangan sesak napas membuat otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup hingga memicu gangguan pada otak.

Beberapa orang disebut berisiko mengalami delirium:

Jika Anda berusia di atas 65 tahun atau memiliki berbagai kondisi kesehatan, Anda lebih berisiko mengalami delirium.

Orang yang pernah menjalani operasi

Orang yang berhenti mengonsumsi minuman beralkohol

Mereka yang memiliki kondisi yang kerusakan otak seperti stroke dan demensia

Orang yang berada di bawah tekanan emosional yang ekstrem

Faktor-faktor pemicunya, di antaranya:

Kurang tidur
Obat-obatan tertentu
Dehidrasi
Nutrisi buruk
Infeksi
Gejala penyakit delirium

Delirium dapat memengaruhi pikiran, emosi, kontrol otot, dan pola tidur. Orang yang mengalami delirium umumnya kesulitan berkonsentrasi atau merasa bingung dengan keberadaannya.

Seseorang juga dapat bergerak lebih lambat atau lebih cepat dari biasanya dan mengalami perubahan suasana hati.

Beberapa gejala yang menandakan delirium di antaranya:

Tidak berpikir atau berbicara dengan jelas
Kurang tidur atau merasa mengantuk
Berkurangnya daya ingat, bahkan untuk jangka pendek
Kehilangan kendali otot {kompas}