News  

Gurita Bisnis Saratoga, Perusahaan Milik Menteri Pariwisata Sandiaga Uno

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Sandiaga Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( Menparekraf). Sebelum terjun ke dunia politik, Sandiaga mengawali kariernya sebagai pengusaha.

Sandiaga Uno lahir di Pekanbaru, Riau, pada 28 Juni 1969. Pria berdarah Gorontalo ini menamatkan studi di Wichita State University pada 1990 dan George Washington University pada 1992.

Bisnis Sandiaga Uno sangat lekat dengan kelompok bisnis Saratoga atau PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG). Perusahaan ini terkenal dengan portfolio investasinya di sejumlah perusahaan besar Tanah Air.

Saratoga didirikan oleh Sandiaga bersama dengan rekannya Edwin Soeryadjaya pada tahun 1998. Edwin Soeryadjaya atau Tjia Han Pun adalah putra dari pendiri Astra William Soeryadjaya. Bisnis Saratoga awal mulanya dirintis sebagai perusahaan konsultan keuangan.

Saat ikut bertarung dalam Pilpres 2019 sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto, Sandiaga tercatat beberapa melepas sebagian kepemilikan sahamnya di Saratoga.

Dikutip dari laporan Annual Report Saratoga Investama 2019, Minggu (27/12/2020), Sandiaga Uno masih menjadi pemegang saham mayoritas kedua di SRTG dengan porsi kepemilikan 21,51 persen.

Ia menjadi pemegang saham terbesar setelah Edwin Soeryadjaya yang menguasai 32,72 persen Saratoga lewat perusahaan afiliasinya PT Unitras Pertama.

Edwin Soeryadjaya saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Saratoga Investama. Sementara putranya, Michael William Soeryadjaya sebagai Presiden Direktur SRTG.

Sebagai pemegang saham mayoritas kedua, Sandiaga Uno ikut menempatkan kerabatnya, Indra Cahya Uno, sebagai komisaris di Saratoga.

Sisa saham Saratoga dimiliki publik lewat Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kepemilikan saham sebesar 13,92 persen.

Portofolio bisnis Saratoga terbilang sangat sukses di perusahaan-perusahaan besar di berbagai sektor mulai dari telekomunikasi, infrastruktur, pertambangan, properti, logistik, consumer goods, dan kesehatan.

Masih berdasarkan Annual Report Saratoga tahun 2019, di sektor pertambangan Saratoga menggenggam kepemilikan 15,24 persen saham Adaro, perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.

Bisnis Saratoga di sektor pertambangan mineral yakni melalui kepemilikan saham di PT Agra Energi Indonesia, PT Merdeka Copper Gold Tbk, Interra Resources, dan Sihayo Gold.

Gurita bisnis Saratoga juga merambah perkebunan kelapa sawit lewat kepemilikan 44,87 persen saham di PT Provident Agro Tbk sebesar dan 25 persen saham di PT Agro Maju Raya.

Di bisnis telekomunikasi, Saratoga menguasai 29,11 persen saham di PT Tower Bersama Infrastructure Tbk yang merupakan salah satu perusahaan pemilik tower terbanyak di Indonesia.

Saratoga juga diketahui memiliki saham besar di perusahaan kontraktor bangunan papan atas PT Nusa Raya Cipta Tbk, lalu pembangkit listrik PT Tenaga Listrik Gorontalo, dan perusahaan pelayaran Seroja Investment.

Di segmen consumer products, Saratoga juga membenamkan investasi di berbagai perusahaan besar antara lain distributor gas PT Aneka Gas Industri Tbk (Samator), PT Deltomed Laboratories, PT FJB Lifestyle, PT Gilang Agung Persada, PT Momenta Agrikultura, dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk.

Perusahaan juga merambah sektor properti dengan kepemilikan saham di PT Bumi Hijau Asri dan PT Satria Sukses Makmur. Lalu di sektor logistik melalui PT Mulia Bosco Logistik.

Baru-baru ini, Saratoga Investama juga membeli sebagian kepemilikan saham di jaringan RS Awal Bros lewat PT Famon Awal Bros Sedaya.

Dikutip dari Kontan pada Maret 2020 lalu, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba pada tahun 2019.

Kondisi ini didorong oleh peningkatan nilai investasi dan pendapatan dividen. Pada periode ini net asset value Saratoga mencapai Rp 22,85 triliun naik 44,9 persen dari Rp 15,77 triliun.

Perusahaan milik Sandiaga Uno tersebut membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp 7,37 triliun. Pada 2018, SRTG membukukan rugi hingga Rp 6,19 triliun.

Keuntungan bersih atas investasi pada saham dan efek ekuitas lainnya sebesar Rp 6,22 triliun. Padahal di tahun 2018 pos tersebut tercatat rugi hingga Rp 7,25 triliun.

Selain itu, penghasilan dividen bunga dan investasi tercatat naik 74,78 persen dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 2,01 triliun.

Dalam rilisnya manajemen menjelaskan kenaikan nilai investasi dalam saham dan efek ekuitas didorong oleh kenaikan harga saham mark-to-market dari PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

Kenaikan pendapatan dividen juga berasal dari kontribusi TBIG, ADRO, serta PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX).

Produksi emas MDKA tumbuh 33,2 persen dari 167.506 ons atau setara 4.748,71 kg pada 2018 menjadi 223.045 ons atau setara 6.323,22 kg pada 2019.

Proyek eksplorasi porfiri di Tujuh Bukit, yang merupakan aset andalan MDKA, terus membuat kemajuan besar seiring dengan adanya Pra Studi Kelayakan dengan hasil kuat dari pengeboran bawah tanah.

Lebih lanjut, MPMX mengalami pertumbuhan yang sangat positif dan memiliki kontribusi terbesar dalam pendapatan dividen Saratoga sepanjang 2019.

Pada kuartal pertama 2019, Saratoga menambah modal untuk MPMX dengan meluncurkan penawaran tender sukarela (voluntary tender offer). Hasilnya, Saratoga menjadi pemegang saham mayoritas.

Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya mengatakan kinerja yang kuat dari perusahaan investasi ini didukung oleh fundamental bisnis yang solid dan sebagai pemegang saham berbagai perusahaan investasi, mereka akan terus mendukung perusahaan mencapai potensi yang maksimal.

“Juga sebagai perusahaan investasi aktif, Saratoga yakin terhadap potensi jangka panjang dari tiga sektor utama yakni sumber daya alam, infrastruktur, dan konsumen. Perusahaan akan terus berinvestasi secara aktif di tiga pilar tersebut seperti yang sudah dilakukan selama ini,” jelas Michael. {kompas}