Ada Apa Di Balik Prahara Partai Demokrat?

Nampaknya, isu Kudeta Partai Demokrat masih dianggap seksi hingga setelah PKAD mengangkat tema seputar itu, kini Cangkruk’an Cak Slamet kembali mengangkatnya. Kali ini (15/3/2021) dengan tema ‘Ada Apa Dibalik Prahara Partai Demokrat ?’.

Sebagaimana diketahui, pasca Kudeta Partai Demokrat KSP Moeldoko hingga hari ini belum nampak berinteraksi dengan publik. Padahal, tugas di Staf Kepresidenan mengharuskan dirinya banyak berinteraksi dengan Publik.

Kantor Staf Presiden mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Dalam konteks menjalankan tugas ini, tentulah KSP Moeldoko harus banyak berinteraksi dengan publik.

Terakhir, KSP Moeldoko hanya mengupdate status dalam unggahan video di akun Instagramnya, Sabtu (13/3/2021) mengisi waktu dengan berolahraga. Moeldoko menyebut, setelah berolahraga bersama istrinya sempat mampir untuk membeli sayur.

Komunikasi semacam ini tidak menggambarkan aktivitas menjalankan tugas KSP. Komunikasi yang hanya menginformasikan kegiatan pribadi, tak ada hubungannya dengan tugas dan fungi KSP.

Belakangan, beredar kabar Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko disebut bakal meninggalkan Kabinet Indonesia Maju setelah didapuk menjadi Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara. Mengenai kebenaran informasi ini, masih butuh di verifikasi lagi.

Adapun Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Ketua Umum Partai Demokrat, semakin mengokohkan kedudukannya dengan melakukan sejumlah safari politik.

Setelah meneguhkan eksistensi politik melalui aktivitas menyambangi kantor Kemenkum HAM dan KPU, kemarin (14/3) beredar kabar dari Biro Komunikasi Partai Demokrat yang mengabarkan AHY didampingi sejumlah petinggi Partai Demokrat mengunjungi Jusuf Kalla (JK).

Kunjungan AHY ke rumah JK, tidak mungkin ditafsirkan lain selain upaya Partai Demokrat untuk mengokohkan eksistensinya ditengah publik. Secara de facto dan de jure, AHY sedang menguatkan eksistensi sekaligus mendelegitimasi kedudukan KSP Moeldoko yang berusaha mengambil alih kendali partai darinya.

Adapun, tentang ada apa dibalik Prahara Partai Demokrat, setidaknya ada beberapa motif yang bisa publik baca :

Pertama, adanya kehendak (Syahwat) kekuasaan yang begitu kuat untuk aksis dan meraih kekuasaan melalui partai politik dengan cara mengambil jalan pintas. Jika menempuh jalan normal (membentuk dan membesarkan Partai), mustahil para petualang kekuasaan ini mampu mewujudkannya. Hal ini berpulang pada ketiadaan kapasitas, kapabilitas, elektabilitas jaringan dan biaya.

Dan sosok KSP Moeldoko, adalah orang yang merepresentasikan sosok yang ambisius pada kekuasaan tapi minus kapasitas, kapabilitas, elektabilitas jaringan dan biaya. Penulis berulangkali menyebut Moeldoko bukanlah Jenderal Strategi, bukan pula Jenderal Perang (lapangan), tetapi hanyalah ‘Jenderal Pelaksana’.

Kedua, adanya kekecewaan internal Partai Demokrat yang merasa tak memiliki kekuatan untuk melakukan evaluasi atau menumpahkan kekecewaan kepada Partai Demokrat, kecuali harus ‘berkoalisi’ dengan kekuatan eksternal khususnya yang didukung kekuasaan. Orang-orang seperti Nazarudin, Jhoni Allen Marbun, Max Sopacua, dll, menggambarkan kelompok ini.

Memang benar, siapapun bisa membaca ada aroma “Dinasti SBY” di tubuh Partai Demokrat. Namun hal itu, juga terjadi pada Partai Gerindra dan PDIP yang juga mengusung politik dinasti. Sehingga, patut diduga Gerbong Sakit hati ini bergerak bukanlah karena sentimen politik dinasti, tapi lebih pada tidak mendapat tempat pada era kepemimpinan AHY.

Ketiga, ada keterlibatan penguasa (baca : istana) yang dalam hal ini tak mungkin diakui. Tindakan KSP Moeldoko dan barisan sakit hati Demokrat, tak mungkin berani mengambil langkah konyol melakukan kudeta tanpa dukungan istana.

Hanya saja, sebagaimana diketahui bahwa istana hanya akan melanjutkan strategi jika dalam kalkulasi aman. Sederhananya, Partai Demokrat akan dilumat istana, jika bisa. Namun, nampaknya Partai Demokrat mengeluarkan duri dan racun, sehingga tidak ada pilihan lain bagi istana selain ‘memuntahkan’ partai Demokrat dan mengurungkan niat untuk menelannya.

Jika hal ini yang terjadi, maka KSP Moeldoko yang akan dikorbankan. Kabar akan adanya pergantian posisi KSP, boleh jadi benar dan mengkonfirmasi istana tak punya kemampuan untuk ‘melahap’ Partai Demokrat.

Adapun KSP Moeldoko hanya punya dua pilihan : Melanjutkan rencana, dengan semboyan ‘Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang Putung’, membongkar siapapun pihak istana yang ingin mengubah arah politik setelah sebelumnya memberikan dukungan politik, sekalian berperang habis-habisan, mati dengan membawa wibawa ketimbang hidup menanggung malu.

Atau, Moeldoko mengisyafi bahwa dirinya hanyalah Jenderal Pelaksana, bukan Jenderal Perang apalagi Jenderal Strategi. Moeldoko harus mengikuti perintah dan melaksanakan agenda pemberi perintah, bahwa situasinya saat ini dirinya harus dikorbankan.

Pengantar Diskusi Cangkruk’an Cak Slamet
Ahmad Khozinudin, S.H., Advokat, Aktivis Gerakan Islam