News  

Dulu Ada Doa Bersama, Sekarang Ada Doa Bergantian

Sinkretisme Gaya Baru
Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan yang sangat beragam dari beberapa pemahaman kepercayaan atau aliran-aliran agama. Pada sinkretisme terjadi proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau paham, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan. (Sumber: Wikipedia)

Pentingnya Berdoa
Doa bagi umat Islam suatu yang sangat penting di dalam menapaki kehidupan sehari-hari sebab Rasulullah SAW telah bersabda, Doa itu adalah otaknya Ibadah. Sedang dalam setiap saat semua orang dituntut untuk beribadah atau mengabdi kepada Allah SWT.

Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran Surat Ads-dzaariyaat ayat 56, yang artinya: “Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanyalah untuk menyembah kepada-Ku.”

Syarat-Syarat Doa Yang Diterima
Doa yang dikabulkan mempunyai beberapa kriteria atau syarat, di antaranya sebagai berikut:

-Dipanjatkan oleh seorang Muslim yang Mukmin.
-Dengan niat yang baik.
-Hatinya hadir di hadapan Allah SWT.
-Minta petunjuk kepada Allah SWT.
-Penuh rasa Khusyu.
-Menjaga makanan dan minuman yang halal dan baik.
-Memakai pakian yang bersih dan halal.
-Berdoa di tempat yang baik dan terhormat.
-Berdoa di waktu yang makbul, seperti waktu sujud, menjelang subuh, hari jum`at, dan lainnya.
-Menghadap Kiblat dan mengangkat tangan.
-Membaca doa-doa yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits.
-Meyakini bahwa doanya diterima dan pasti dikabulkan.
-Didahului dengan bertobat kepada Allah SWT dan mengembalikan tindakan aniaya kepada yang berhak.
-Ditutup dengan Shalawat kapada jujungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Allah SWT berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 186, yang artinya, “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, (Katakanlah) sesungguhnya Aku dekat (dengan mereka). Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, hendak lah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah ia beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Adapun arti (memenuhi segala perintah-Ku) dan (beriman kepada-Ku) di antaranya adalah perintah masuk Islam secara Kaffah (sempurna), beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW.

Ringkasnya harus memenuhi terlebih dahulu Rukun Islam dan Rukun Iman. Dari sini dapat di mengerti bahwa salah satu kriteria doa yang bisa di terima oleh Allah adalah doa yang dipanjatkan oleh Umat Islam.

Fenomena Perilaku Sesat
Seiring dengan perkembangan zaman, tentunya kita banyak menemui fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang majemuk ini.

Di antara fenomena yang saat ini mulai berkembang adalah mengadakan Doa bersama dari berbagai kalangan, baik Muslim maupun Non Muslim, di tempat dan waktu yang sama, dipimpin bergantian antar pemuka masyarakat yang berlainan agama, diamini oleh oleh seluruh hadirin yang berlainan agama pula.

Walaupun kegiatan ini tampaknya bermanfaat bagi kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa, juga kesenjangan antar umat beragama menjadi berkurang, atau barangkali tujuan mengadakan Doa Bersama dengan harapan agar segala macam krisis dam bencana alam yang sering tengah menimpa bangsa Indonesia segera teratasi, namun yang jelas kegiatan ini bertentangan dengan hukum Agama Islam yang berlaku, sebab berdoa adalah satu amalan Ibadah atau bentuk penyembahan kepada Allah SWT.

Islam tidak membenarkan pencampuradukkan dalam urusan Ibadah antara pemeluknya dengan orang-orang kafir yaitu orang-orang di luar Islam, sebagimana Allah SWT telah berfirman dalam Surat al-Kafiruun ayat 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.”

Sebab turunnya ayat di atas, karena orang-orang kafir saat itu, mengajak Rasulullah SAW untuk bersama-sama menyambah Allah di satu waktu dan menyembah tuhan-tuhan mereka di waktu yang lain secara bergantian.

Dari sini jelaslah, bahwa kegiatan Doa Bersama yang demikian itu bertentangan dengan ajaran Islam. Lebih jelas lagi Allah SWT telah memperingatkan umat Islam dalam Firman-Nya Surat an-Nisa ayat 138-140, yang artinya:

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang kafir, termasuk penolakan masuk Islam dan pemujaan kepada tuhan-tuhan mereka lewat doa-doa yang mereka lantunkan) maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehinggga mereka memasuki pembicaraan yang lain (urusan duniawi) karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka (dalam kesyirikan). Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam neraka Jahanam.”

Jika dicermati barang sejenak, fenomena Doa Bersama antar umat beragama, akan menghasilkan konklusi sebagai berikut:

Pada saat tokoh Islam yang memimpin Doa Bersama, tentunya akan mengagungkan Asma Allah, dengan memanggil Wahai Allah, dan seluruh peserta pun ikut mengamini. Pada saat tokoh Budha yang memimpin Doa Bersama, tentunya memanggil Wahai Sang Budha, demikian seterusnya yang terjadi pada setiap pemimpin agama. Mereka memanggil Tuhannya masing-masing dan semua peserta akan mengamini.

Walaupun misalnya setiap pimpinan agama tersebut hanya menggunakan kata panggil Wahai Tuhan, maka akan tetap mengandung arti panggilan kepada Tuhannya masing-masing, demikianlah kenyatan yang ada, dan di sinilah letak terjadinya kesyirikan.

Menghindari Kemusyrikan
Untuk itulah, apabila harus diadakan Doa Bersama secara kenegaraan misalnya, hendaklah diadakan secara terpisah, umat Islam berkumpul dan mengadakan Doa Bersama tanpa dihadiri Non Muslim. Untuk Non Muslim, mereka mengadakan Doa Bersama dengan umatnya masing-masing di tempat yang brebeda.

Dengan demikian, umat Islam bisa terhindar dari perbuatan syirik yang bisa menyebabkan kemurtadan dan kekafiran.

Barang kali ada cara yang lebih baik dan efektif, khususnya bagi umat Islam yang tidak meragukan kebenaran ajaran agamanya, yaitu seluruh umat Islam Indonesia mengadakan Doa Bersama secara serentak, dan sebelum melaksanakan Doa tersebut diperintahkan untuk bertobat kepada Allah, serta mengembalikan tindakan aniaya kepada yang berhak.

Umat Islam harus yakin apabila memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh, tanpa disertai kepentingan yang lain, terlebih kepentingan sesaat, niscaya Allah akan mengabulkan Doa mereka. Apalagi umat Islam Indonesia adalah warga mayoritas, apabila mengadakan doa bersama yang tidak disertai dengan kesyirikan, dan memohon kepada Allah SWT agar bangsa ini lepas dari segala krisis dan bencana, pastilah Allah akan segera memulihkan keadaan seperti sediakala, bahkan tidak menutup kemungkinan akan dijadikan ke arah kondisi yang jauh lebih baik.

Kaidah fiqhiyah telah menerangkan, “Apabila sesuatu kegiatan yang Halal dan yang Haram bercampur jadi satu, yang dimenangkan adalah hukum Haram.”

Apabila ada suatu sebab yang mengharuskan umat Islam berkumpul dengan non muslim dalam satu kegiatan, maka bolehlah dilaksanakan selagi tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan agama, misalnya kegiatan pembenahan fasilitas umum, kerja bakti kampung atau kegiatan sosial lainnya yang sifatnya umum, itu pun apabila diperlukan.

Namun hendaknya umat Islam selalu percaya diri dan selalu meyakini bahwa tidak ada segolongan umat pun di seluruh Dunia ini sejak zaman Nabi Adam hingga kelak datang Hari Qiamat yang lebih mulia dari umat Nabi Muhammad SAW.

Demikian juga doa yang dipanjatkan oleh sekelompok umat bIslam, murni tanpa adanya percampuran dari pihak orang kafir suatu saat pasti akan dikabulkan oleh Allah. Allah berfirman dalam Surat Ali Imaran ayat 110, yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

KH. Luthfi Bashori