Dibesarkan Orang Tua Buddha-Katolik, Kisah Dian Sastro Cari Keyakinan Hingga Akhirnya Mualaf

Dian Sastro mengalami perjalanan spriritual yang cukup panjang hingga akhirnya dapat menemukan agama yang tepat untuknya, yaitu Islam.

Dian sendiri lahir dalam keluarga yang sangat toleran. Ayahnya penganut Buddha hingga meninggal dunia, sedangkan ibunya seorang pemeluk agama Katolik.

Pemeran Cinta dalam Film ‘Ada Apa dengan Cinta’ itu memeluk agama Islam sejak 2002. Untuk mencapai ke tahap itu, Dian benar-benar menjalani proses pencarian yang cukup panjang. Dia mempelajari semua agama.

“Gue lumayan sempat jadi spritiual tourist, gua pelajari banyak agama, aku selalu bersemangat. Karena gue dibesarkan secara Katolik sama nyokap, dan nyokap masih Katolik dan taat banget.

Kelompok doanya kuat banget. Terus bokap Buddha dan gue di umur 17 gua sempat pengen cari, dan bersamaan gua tertarik banget sama filsafat,” jelasnya di YouTube Daniel Mananta, yang tayang, Selasa (5/5/2021).

Dian menyebut dirinya ingin mengikuti jejak ayahnya, yang memilih agamanya yaitu Buddha secara mandiri dengan proses pencarian sendiri.

“Gua merasa gua pengen merasa memiliki kebebasan, benar-benar mencari yang kalau gua itu apa ya (agamanya). Bokap dulu sempat nyari dan dia menemukan di Buddha, mungkin enggak sih gua kayak gitu, atau gua punya jalan gue sendiri,” lanjutnya.

Sang Ibu Tak Permasalahkan Dian Sastro Jadi Mualaf

Dalam proses itu, Dian akhirnya memutuskan masuk Islam dan ibunya ternyata sama sekali tidak masalah dengan itu.

“Akhirnya gua cari dan ngobrol mondar mandir. Dan akhirnya gue ketemunya di Islam. Dan, aku sangat bersyukur bahwa nyokap gua punya keterbukaan pemikiran yang sama sportif, yang penting kamu taat ya. Jangan karena orang (memilih agama). Dan kayaknya cara gua ngejalanin selalu beda, dan nyokap bisa lihat itu,” bebernya.

Setelah menjadi Islam, Dian berusaha menjalaninya dengan baik, termasuk merealisasi pencapaian dalam ibadah.

“Yang menarik, gua janji pengen ada pencapaian satu secara spiritual sebelum gua menikah. Karena kalau gua sudah menikah biasanya prioritas hidup akan prioritasin ke keluarga. Sebelum gua mulai ke chapter yang itu (nikah), gua pengen sudah dapat nyampai satu stage dulu, walapun nanti akan mendalami lagi,” tuturnya.

“Gua waktu itu belum pernah khatamin Quran, jadi belum nikah itu gue khatamin Quran untuk pertama kalinya. Its quite emosional, wow ternyata gua bisa juga.

Gua juga enggak tahu gue bisa, pas gua khatam Quran itu nyokap juga sampai nangis. Padahal nyokap juga Katolik, dia bangga dengan pencapain spiritual gua sendiri,” bebernya.

Pemeran di Film ‘Kartini’ ini juga mengatakan hingga saat ini berusaha membaca Alquran tidak hanya dalam bahasa Arab tapi juga memaknai bacaan dengan membaca artinya.

Bahkan, di Ramadan ini Dian ikut grup tilawah agar membaca Alquran secara rutin. “Sejak itu gue komit setiap bulan puasa ikut grup tadarusan. Kita khatamin Quran biar enggak berat kita rame-rame,” timpalnya.

Istri Maulana Indraguna Sutowo itu pun sangat bersyukur toleransi di keluarganya sangat erat.

“Jadi kekgitulah toleransi yang ada di keluarga gua. And I so grateful about it. Sampai sekarang gua serumah dengan nyokab. Dan kita saling menguatkan banget.

Kayak kemarin nyokap Paskahan gua yang bikinin makanannya, mereka doa-doa. Memang keluarga kita alhamdulillah warna warni banget dan Bhineka banget,” ungkapnya.

Mualaf Berawal dari Pertanyaan saat Usianya 17 Tahun

Dian Sastro mengaku tidak menyangka bisa mencapai proses pencarian agama yang cukup komplek. Ini semua berawal dari pertanyaan yang memenuhi kepalanya tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia.

“Gua juga enggak nyangka sebenarnya. Yang menarik adalah gue percaya jodoh-jodohan saat gua mencari (Tuhan dan agama). Gue punya pertanyaan labil banget umur 17 tahun, nanyanya yang enggak -enggak,” sebutnya.

“Kayak ‘kalau universe itu gede banget kita cuma segelintir debu kenapa (manusia) perlu ada? Ribet banget, kenapa perlu diadaian, kalau nanti mau kiamat juga, report amat ngapain ada’,” kenangnya soal pertanyaan yang memenuhi kepalanyas saat itu.

Untuk mencari jawaban pertanyaan itu, Dian mendatang pemuka dari berbagai agama.

“Pertanyaan fisolosofi banget, itu gue tanyakan ke pendeta, pastur, ke bisku, ke pemuka agama Hindu, dan jawaban mereka macam-macam. Dan enggak tahu kenapa waktu itu gue enggak pernah benar-benar merasa terjawab dengan cara jawab mereka yang berbeda-beda,” jelasnya.

Hingga ada satu momen, Dian diajak tantenya pengajian dan dirinya menemukan seorang ustaz yang bisa menjawab pertanyaan tadi.

“Cuma ada satu yang gue enggak nyangka banget adalah, tante gue mengajak gua ke pengajiannya. Terus di situ ada Pak Ustaz yang lumayan pembahasannya logis banget.

To my own surprises (Dian kaget), jawaban dia terhadap pertanyaan gue, itu kok gue nyes banget. Dan terjawab juga (sayangnya) gue lupa juga dia (Ustaz) jawabannya,” tuturnya.

Saat itu, yang membuat Dian kagum, dia mendengar Ustaz itu memberikan jawaban dengan buku kitab.

“Dia menjawab dengan buku kitab Alquran dan kitab injil perjanjian baru dan perjanjian lama, dia mengajak kita baca. Banyangin tiga kitab ini sebenarnya dari Tuhan yang sama, nabi-nabi. Betapa yang kita cari itu hikmahnya. Murid-murid yang berguru sama dia lebih jadi toleransi, lebih terbuka pikirannya,” sebutnya.

Saat itu, Dian menyaksikan bagaimana sang ustaz membuka pikirannya bahwa Islam adalah agama yang toleran.

“Itu indah banget menurut gue, dari somebody yang baru datang dari agama lain, oh ternyata toleransi ya agama ini. Jadi gue langsung, gue mau belajar dari bapak ini, dia bisa memuaskan dahaga keheranan gue,” ujarnya.

Saat itu, Dian pun mengutarakan niatnya mau belajar ke ustaz itu. Dan, sang ustaz mengatakan jika ingin belajar harus mau salat lima waktu.

“Kamu mau enggak, dia nanyanya gitu lagi, saya pikir pikir dulu ya pak. Akhirnya boleh deh, mau deh pak. Intinya yang gue pelajari kenapa gua menemukan di Islam, karena Islam yang gue pelajari basicly pasrah, berserah,” ungkapnya. {PS}