Johan Budi Terkejut, Ada Pegawai Eselon I dan II Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan KPK

Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi Sapto Pribowo menilai, 75 pegawai KPK tak perlu sampai diberhentikan, jika tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) usai tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

Johan menceritakan saat dirinya berada di KPK sebagai angkatan pertama, mengikuti seleksi yang cukup ketat melalui Indonesia Memanggil. Johan mengaku terkejut di antara 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan, terdapat eselon I dan II.

“Seleksi masuk pegawai KPK cukup ketat.”

“Saya terkejut ketika yang disampaikan Pak Giri, ternyata 75 orang itu adalah Kasatgas, bahkan eselon I dan II,” ujar Johan saat berbicara di diskusi Polemik Trijaya “Dramaturgi KPK”, Sabtu (8/5/2021).

Tes wawasan kebangsaan, ucap politikus PDIP itu, adalah tes alih status sebagai pelaksanaan Undang-undang (UU) KPK Nomor 19 tahun 2019, di mana pegawai KPK adalah ASN.

“Jadi dalam kaitan ini seharusnya kalau mau fair, ketika alih status tidak perlu ada seleksi yang punya akibat sampai seseorang diberhentikan,” tutur Johan.

Menurut Johan, memberhentikan seorang pegawai KPK itu harus berdasarkan undang-undang, bukan alih status.

“Kalau di UU, pegawai KPK yang dapat diberhentikan itu yang melanggar kode etik berat, atau melakukan pidana, atau meninggal dunia, mengundurkan diri, kalau kita bicara UU.”

“Tidak dikarenakan alih status,” paparnya.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono sebelumnya mengaku heran tak lulus TWK, setelah mengabdi 16 tahun.

Bahkan, Giri sempat menyinggung prestasi yang diraihnya, di mana pada Desember 2020 dia mendapat penghargaan dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai peserta diklat tim terbaik bersama direktur seluruh lembaga.

“Saya mendapat Makarti Bhakti Nagari Award Desember 2020, tapi Maret 2021 saya dinyatakan tidak lulus (TWK),” kata Giri dalam acara Polemik Trijaya, Sabtu (8/5/2021).

Dia pun meyakini ke-74 nama termasuk dirinya sudah tidak diinginkan lagi berada di KPK

“Saya berkeyakinan hasil tes itu tidak signifikan, dan kami-kami ini memang tidak diinginkan melanjutkan pemberantasan korupsi di negeri ini,” tutur Giri.

Giri mengaku menjadi salah satu dari 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). “Sudah dibuka dan diperlihatkan kepada beberapa pegawai.”

“Jadi beberapa pejabat KPK yang struktural membuka lembaran yang berisi kesimpulan penilaian tersebut.”

“Dan dari mereka lihat salah satunya namanya saya,” kata Giri dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Dramaturgi KPK, Sabtu (8/5/2021).

Dia membeberkan, ke-75 pegawai tersebut diisi oleh sejumlah pejabat di KPK, di antaranya 8 pejabat eselon.

“Ada satu pejabat eselon 1, kemudian 3 pejabat eselon 2, saya Direktur Sosialisasi Kampanye Antikorupsi.”

“Kemudian Kepala Biro SDM, kemudian Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi, di eselon 3 ada Kabag Perancangan Perundang-undangan dan Kabag SDM dan sebagainya.”

“Yang menarik adalah hampir semua Kasatgas yang berasal dari KPK; tujuh kasatgas di penyidikan dan dua kasatgas di penyelidikan ada di 75 itu ada, dan seluruh pengurus inti dari wadah pegawai,” ungkap Giri.

Para kasatgas tersebut, lanjut Giri, tengah menangani kasus-kasus besar, di antaranya Novel Baswedan, Andre Nainggolan, dan penyidik lainnya.

“Dan mereka sedang menangani kasus-kasus yang mungkin tidak disampaikan ke publik. KPK kan fokusnya pada kasus-kasus besar,” paparnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (Sekjen KPK) Cahya H Harefa membantah 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), bakal dipecat.

Cahya mengatakan pihaknya tidak akan memberhentikan ke-75 pegawai yang tidak lolos TWK tersebut. Status ke-75 pegawai itu akan dikoordinasikan ke KemenPANRB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPANRB dan BKN, terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat,” kata Cahya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/5/2021).

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya menyatakan, peralihan status menjadi ASN, tak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Hal ini disampaikan anggota Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan dalam gugatan UU KPK, dengan nomor perkara 70/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan oleh Fathul Wahid, Abdul Jamil, Eko Riyadi, Ari Wibowo, dan Mahrus Ali.

MK mengatakan, peralihan status tersebut berbeda dengan masyarakat yang melamar menjadi ASN. Sebab, peralihan masuk dalam konsekuensi hukum atas berlakunya UU KPK hasil revisi.

“Mahkamah perlu menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, sebagaimana telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan maksud adanya Ketentuan Peralihan UU 19/2019.”

“Maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun, di luar desain yang telah ditentukan tersebut,” tegas Enny dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/5/2021).

“Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK, dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan,” sambungnya.

Penjelasan MK itu merupakan tanggapan atas poin gugatan yang menyoal nasib pegawai KPK berusia di atas 35 tahun. Mengingat berdasarkan aturan, usia tersebut adalah batas usia maksimal menjadi ASN.

Dalam hal ini MK menyatakan bahwa syarat-syarat sebagai ASN yang diatur UU ASN termasuk soal usia maksimal, tak berlaku bagi pegawai KPK. Sebab, proses peralihan status tersebut sudah diatur di beberapa undang-undang.

Seperti, UU 19/2019, PP 41/2020, dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara.

Ketentuan peralihan status itu punya sejumlah tahapan penyesuaian jabatan. Seperti, identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK, pemetaan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi, serta pengalaman pegawai dengan jabatan ASN yang akan diduduki.

Lalu, pelaksanaan pengalihan pegawai menjadi PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan menetapkan kelas jabatan.

“Dengan demikian, sekalipun pegawai KPK tersebut telah berusia 35 tahun atau lebih, tidak berarti mereka akan kehilangan kesempatan untuk dilakukan penyesuaian apakah menjadi PNS atau PPPK,” terang Enny.

MK juga menyatakan, perubahan status pegawai KPK menjadi ASN tidak akan mengurangi independensi.

Hal ini berkaca dari status yang sama juga diberlakukan sejak lama oleh lembaga negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum, seperti Mahkamah Agung dan MK.

“Pegawai di kedua lembaga negara tersebut adalah pegawai ASN, dan tidak berpengaruh terhadap independensi dari kedua kelembagaan tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum,” papar Enny.

Sebelumnya, KPK mengumumkan sebanyak 75 pegawainya tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) .

Hasil tes alih status pegawai KPK menjadi ASN KPK dibagi menjadi 2 kategori, yaitu memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS). Tes ini diikuti 1.351 pegawai.

Berikut ini hasil tes yang dibacakan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron:

– Pegawai yang memenuhi syarat: 1.274 orang;

– Pegawai yang tidak memenuhi syarat: 75 orang;

– Pegawai yang tidak mengikuti tes: 2 orang. {tribun}