News  

Faisal Basri: Pemerintah Tak Berani Kejar Orang-Orang Kaya Yang Nilep Pajak

Ekonom Faisal Basri menduga pemerintah tak berani mengejar orang-orang kaya yang ‘nilep’ pajak dan tidak mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) pada 2016-2017 lalu.

Makanya, pemerintah kini berencana menyelenggarakan tax amnesty jilid II untuk menjaring lagi potensi pajak dari pengusaha kelas kakap.

“Pengampunan pajak itu tidak pernah dua kali, sekali saja cukup. Dugaan saya pemerintah tidak berani mengejar orang-orang kaya, perusahaan yang ‘nilep’ pajak yang belum ikut tax amnesty,” ucap Faisal kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/5).

Padahal, seharusnya pemerintah mengejar pengusaha kelas kakap yang belum mengikuti amnesti pajak jilid I dengan memberlakukan denda. Misalnya, mereka diwajibkan bayar pajak 2-3 kali lipat dari yang seharusnya.

“Kan harusnya dikejar, kalian sudah saya kasih kesempatan, kalian masih tidak memanfaatkan itu. Sekarang kalian bayar pajak 2-3 kali lipat. Tapi, kan pemerintah takut,” tutur Faisal.

Terlebih, Faisal menganggap rencana pemerintah untuk menyelenggarakan program tax amnesty jilid II juga akan membuat wajib pajak (WP) yang ikut dalam tax amnesty jilid I kesal. Apalagi, kalau diskon yang ditawarkan pemerintah dalam tax amnesty jilid II lebih besar ketimbang sebelumnya.

“Bikin kesal yang sudah ikut tax amnesty jilid I. Apalagi, kalau tax amnesty sekarang pengampunan pajaknya lebih surgawi,” ucap Faisal.

Selain itu, rencana tax amnesty jilid II juga berpotensi membuat masyarakat malas membayar pajak. Mereka akan berpikir bahwa pemerintah akan menyelenggarakan tax amnesty jilid ketiga dan seterusnya.

“Kredibilitas pemerintah turun. Pengampunan pajak itu tidak pernah dua kali. Satu kali saja cukup,” tegas Faisal.

Selain itu, ia menilai tax amnesty jilid II tak menaikkan rasio pajak signifikan. Sebab, mayoritas wajib pajak sudah ikut dalam program tax amnesty jilid I.

“Kalau jilid II kenaikannya (rasio pajak) bisa-bisa semakin kecil, karena kan hampir semua sudah ikut. Jadi efeknya akan relatif kecil,” terang Faisal.

Berdasarkan data yang ia miliki, rasio pajak pada 2016 sebesar 10,4 persen dan 2017 sebesar 9,9 persen. Lalu, rasio pajak pada 2018 naik menjadi 10,2 persen.

Setelah itu, rasio pajak turun menjadi 9,8 persen pada 2019. Rasio pajak pun terus turun menjadi 8,3 persen pada 2020.

Sebagai informasi, data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan total wajib pajak yang ikut tax amnesty jilid I sebanyak 956.793. Nilai harga yang diungkap sebesar Rp4.854,63 triliun.

Namun, komitmen repatriasi pajak hanya sebesar Rp147 triliun. Jumlah itu setara dengan 14,7 persen dari target yang ditetapkan mencapai Rp1.000 triliun.

Sementara, nilai harta deklarasi dalam negeri sebesar Rp3.676 triliun. Lalu, nilai harta deklarasi luar negeri sebesar Rp1.031 triliun.

Selanjutnya, negara hanya menerima uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun. Angka itu setara dengan 69 persen dari target Rp165 triliun.

Uang tebusan terbesar berasal dari wajib pajak orang pribadi non usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mencapai Rp91,1 triliun. Kemudian, uang tebusan dari wajib pajak badan non UMKM sebesar Rp14,6 triliun.

Lalu, uang tebusan dari orang pribadi UMKM sebesar Rp7,73 triliun. Sementara, uang tebusan dari badan UMKM sebesar Rp656 miliar. {cnn}