News  

KPK Bermata Picing Sebelah

Pasca Irjen Firli Bahuri kini naik menjadi bintang tiga, Komisaris Jenderal terpilih sebagai Ketua KPK pada pertengahan September 2019, penulis memprediksi sebagaimana tulisan yang ditulis pada 13 Muharram 1441 atau 13 September 2019 dengan judul Irjen FB dan Nasib Pemberantasan Korupsi. Sayangnya, akun FB penulis dibanned oleh FB.

Prediksi penulis dengan terpilihnya Irjen Firli Bahuri, kini Komjen dan 4 komisioner lainnya, kemungkinan akan terjadi perubahan wajah KPK ke depan pasca UU KPK yang baru, UU No 19 tahun 2019. Terbukti. Tidak meleset seperti banyak yang diprediksi oleh pegiat anti korupsi.

Salahsatu perubahan tersebut adalah soal independensi KPK. Wajah KPK ke depan merupakan bagian dari kekuasaan. Simple menilainya. Peralihan status pegawai KPK menjadi ASN bisa menjadi salahsatu indikator.

Prediksi penulis ketika itu adalah, pemberantasan korupsi masih tergantung selera dan rasa. Belum murni penindakan untuk pemberantasan korupsi yang sudah mendarah daging.

Dengan dipecatnya 51 pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan yang kontroversial itu, menguatkan dugaan kalau KPK telah menjadi bagian dari ‘kekuasaan’ yang tidak lagi independen alias dibawah eksekutif.

Selera. Selera dua sisi. Sisi kepentingan melindungi korupsi diseputar kekuasaan dan sisi lainnya, tebang pilih kasus. ‘Memburu’ menteri, kepala daerah dan anggota DPR/DPRD sebagai alat bargaining politik dan tameng bahwa rezim pro pemberantasan korupsi.

Sisi kekuasaan, bisa kita lihat dari tidak terungkapnya aktor intelektual mega skandal korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri, raibnya Harun Masiku yang konon melibatkan petinggi PDIP dan disebut-sebutnya seorang madam dari partai penguasa dalam skandal e-KTP dan Bansosgate yang melibatkan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara.

Andai Juliari Peter Batubara seorang muslim, pasti habis digoreng media mainstream pro cukong dan kelompok ekstrim kiri radikal. Kasus Juliari, tanah Cengkareng dan RS Sumber Waras setidaknya telah membantah kafir baik dan bersih tidak korupsi.

Kekuasaan dan partai yang berkuasa merasa terancam bila skandal korupsi dana bansos yang melibatkan seorang menteri dibongkar oleh KPK, khususnya oleh pegawai KPK yang telah dipecat. Konon menurut penyidik senior KPK yang dipecat, Novel Baswedan nilainya Rp 100 triliun. Wow fantastis sekali nilainya ditengah-tengah rakyat hidup serba sulit.

KPK lumpuh dan tak berdaya. Komisi Pemberantasan Korupsi diplesetkan menjadi Komisi Perlindungan Koruptor.

OTT semu yang dilakukan KPK jadi bahan tertawaan publik. OTT Bupati Nganjuk bulan lalu dicurigai penuh dengan keanehan.

KPK ditengarai telah menjadi alat politik kelompok tertentu untuk membangun kekuatan politik baru sebagai bagian dari persiapan kompetisi politik tahun 2024. Terutama dari salahsatu institusi penegak hukum sebagai alat bargaining politik.

Misalnya saja, skandal suap komisioner KPU dan skandal perampokan Jiwasraya hanya berhenti pada Wahyu Setiawan cs dan Benny Tjokrosaputra alias Bentjok cs. Tidak akan menyentuh tokoh sentral PDIP dan orang-orang penting di ring satu kekuasaan. Demikian pula dengan Bansosgate, BLBI gate dan skandal lainnya akan hilang dengan wajah baru KPK.

Mungkin saja Firli Bahuri diiming-imingi jabatan yang lebih prestisius sebagai balas jasa. Skenario merubah wajah KPK dari Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi Perlindungan Koruptor.

Wallahua’lam bish-shawab.
Bandung, 14 Syawal 1442/26 Mei 2021
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial