News  

GEMUVI: PPN Sembako Bentuk Ketidakpedulian Pada Masyarakat

Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan kebutuhan pokok termasuk beras, jagung dan sayuran menuai reaksi masyarakat di Indonesia.

Pengenaan PPN ini masih dalam rancangan undang-undang dan seorang staf ahli menteri keuangan mengatakan langkah ini penting untuk mendongkrak penerimaan pajak negara.

Belum ada kepastian kapan aturan ini akan diterapkan.

Drektur Eksekutif Gerakan Muda Visioner (GEMUVI) meminta Pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako di masa pemulihan ekonomi Indonesia kini.

Walaupun belum sampai pada tahap pembahasan, dirinya berharap agar pemerintah lebih mengoptimalisasikan penerimaan negara bukan dari bahan pokok masyarakat.

“Semestinya kita juga menyisir anggaran-anggaran yang tidak urgent untuk bisa mengoptimalisasi anggaran yang bisa kita pakai untuk penanganan pandemi Covid-19 ini dari sektor kesehatan dan juga ekonomi,” ujar Teofilus

Dalam kesempatan yang disampaikan lewat telefon genggam oleh awak media bahwa Tahun 2022 itu,Direktur Eksekutif Gerakan Muda Visioner (GEMUVI) tersebut menerangkan guna meningkatkan kualitas belanja yang lebih produktif, pemerintah bisa meningkatkan efisiensi belanja birokrasi.

Ia pun memberikan beberapa contoh lembaga dan kementerian yang mampu melaksanakan kualitas belanja. “Kementerian Keuangan saja bisa mencapai efisiensi sekitar Rp1,25 triliun, tentu bisa diakumulasikan dengan kementerian/ lembaga lain, yang jumlahnya bisa lebih besar lagi.”ucap Teofilus

Menurut Teofilus alangkah sangat tidak bijak dan bahkan mencerminkan ketidakpedulian terhadap masyarakat

Buktinya, pemerintah sempat mengenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar nol persen pada mobil baru.

“Sehingga ini sama sekali tidak mencerminkan keadilan. Karena justru orang menengah ke bawahnya yang sebagian income-nya habis untuk dikonsumsi harus membayar PPN juga,” kata Teofilus kepada awak media

Pada kesempatan yang sama, Teofilus malah meminta pemerintah menyoroti soal kementerian dan lembaga negara yang belum secara aktif melibatkan UMKM dalam meningkatkan kualitas belanja produktif.

Apalagi,Menurut Teofilus di tengah pandemi Covid-19 ini yang menyebabkan pelemahan permintaan tentu harapan belanja pengadaan pemerintah menjadi penyelamat atas daya tahan UMKM yang masih lemah

Berdasarkan informasi yang diterimanya, nilai belanja pengadaan di tingkat kementerian/lembaga yang melibatkan UMKM masih hanya 11 persen.

Oleh karena itu, ke depannya, ia berharap kementerian/lembaga bisa mengoptimalkan belanja pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan UMKM.

“Jika Pengoptimalan pelibatan UMKM dalam pengadaan barang dan jasa lingkungan Kementrian/ Badan bisa ditingkatkan lagi tentunya hal tersebut bisa menjadi salah satu ,tentu harapan belanja pengadaan pemerintah menjadi penyelamat atas daya tahan UMKM yang masih lemah” pungkas Teofilus