Elektabilitas Golkar Masih Jalan Di Tempat

Elektabilitas Golkar

Elektabilitas Golkar disebut masih belum mengalami perubahan signifikan walau sudah melakukan pergantian ketua umum dari Setya Novanto menjadi Airlangga Hartarto di musyawarah nasional luar biasa (munaslub) akhir tahun lalu.

“Kalau saya bilang Golkar berhasil bangkit, saya bohong sebagai peneliti. Golkar saat ini stagnan karena selisihnya saat ini masih dalam rentang margin of error,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam Rakernas Golkar di Jakarta, Jumat (23/3).

Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Charta Politika, elektabilitas Golkar pada bulan Maret 2017 sebesar 12,1 persen, September 10,8 persen, dan Januari 2018 13,2 persen.

Yunarto menjelaskan dari angka tersebut, Golkar tidak pernah menunjukan penurunan signifikan meski didera berbagai macam kasus korupsi yang membuat posisi Setnov digantikan Airlangga.

“Alasannya karena Golkar ini partai yang terbiasa menghadapi isu korupsi. Dulu Bang Akbar Tanjung pernah menghadapi isu korupsi juga tahun 2004, lalu kemudian bahkan tahun 1998 titik nadir Golkar,” katanya.

Meski tidak mengalami penurunan yang signifikan, Yunarto mengatakan elektabilitas Golkar juga tidak pernah mengalami kenaikan yang cukup tajam dalam tiga pemilu terakhir.

“Karena Golkar kita ketahui tidak memiliki tokoh yang bisa mendongkrak elektoral,” ujarnya.

Hal itu kata dia, berbeda dengan Gerindra dengan Prabowo Subianto, PDIP dengan Joko Widodo dan Megawati Sukarnoputri atau pun Demokrat dengan klan Yudhoyono.

“Golkar belum pernah mendapatkan tokoh yang bisa jadi dongkrak elektoral di pilpres dan itu menjadi tantangan berat ketika tahun depan pertama kalinya pilpres dan pileg akan digabung serentak,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Yunarto, Golkar harus bisa mengkombinasikan tokoh yang ada saat ini dengan manajemen partai yang baik. Hal itu disebut dapat memperbaiki stagnansi elektabilitas Golkar dalam tiga pemilu terakhir.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan Golkar saat ini tetap memiliki kans untuk menjadi partai tiga besar pemenang pemilu.

“Golkar peluang terbaiknya adalah menjadi nomor dua atau nomor tiga. Persaingannya hari ini Golkar melawan Gerindra,” kata Qodari.

Dengan menyandang status partai besar dan memiliki basis suara di daerah-daerah Indonesia, Golkar harus bisa memanfaatkan ceruk pemilih yang belum dapat menentukan pilihannya.

“Kalau bicara cara seperti ini harusnya partai Golkar yang paling siap karena jaringan dan strukturnya sudah ada,” kata Qodari.