News  

CERI Temukan Indikasi Wamen BUMN Intervensi Proyek Kilang Olefin TPPI Senilai Rp.50 Triliun

Center of Energy and Resources (CERI) menemukan indikasi intervensi Wakil Menteri BUMN I terhadap Tim Tender Proyek Kilang Olefin TPPI. Dugaan intervensi terhadap proyek PT Kilang Pertamina Internasional senilai Rp.50 triliun ini berujung pada kemenangan JO Hyundai Co Ltd.

“Lazimnya, Tim Tender harusnya independen dan bebas intervensi dari mana pun. Intervensi Wamen BUMN I, berdasarkan keterangan fakta yang diperoleh CERI atas upaya penciutan porsi PT Rekayasa Industri (Rekind) dalam konsorsium JO Hyundai Co Ltd.,” ungkap Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, Minggu (18/7/2021).

“Intervensi kepada Tim Tender untuk memaksa konsorsium ini sebagai pemenang tender dengan mengakali pengurangan porsi Rekind dari awalnya 17% menjadi 2%. Akal-akalan itu tak lain untuk menghindari risiko gagal akibat kinerja keuangan Rekind di tahun 2020 yang memang lagi sakit parah,” beber Hengki.

Penciutan porsi Rekind itu berkaitan erat dengan dokumen tender yang dimasukkan Konsorsium JO Hyundai Co Ltd dimana Rekind merupakan anggota konsorsium ini.

Masuknya laporan keuangan Rekind tahun 2018 dalam dokumen tender, kata Hengki telah melanggar SOP di Pertamina.

“Harusnya Rekind melampirkan laporan keuangan tahun 2019 yang sudah diaudit, dan lazimnya dirilis awal tahun 2020 dengan batasan hitungannya per tanggal 1 April setiap tahunnya,” ungkap Hengki.

Sementara, pemasukan dokumen tender DBC Kilang Olefin TPPI dilakukan pada 3 Agustus 2020, mundur dari jadwal semula harusnya pada 28 April 2020 karena ada permintaan dari salah satu konsorsium tender.

“Jelas dalam hal ini telah terjadi pelanggaran yang nyata dari pihak Rekind yang diabaikan oleh tim tender,” ungkap Hengki.

Ironisnya, lanjut Hengki salah satu dari anggota Tim Tender tersebut, belakangan menjadi Dirut PT Rekind sejak 28 Agustus 2020, Alex Dharma Balen.

“Sehingga adanya upaya sistematis dari berbagai pihak selama ini untuk memaksa Pertamina harus mengakuisisi Rekind, patut diduga terkait untuk memenangkan konsorsium ini,” kata Hengki.

Terkait hal itu, CERI juga menemukan dokumen berisi paraf Tim Tender Proyek Kilang Olefin TPPI. Surat tersebut bertanggal 9 Juli 2021.

Adanya paraf Tim Tender tersebut, menurut CERI telah menunjukkan bahwa Tim Tender tersebut telah menunjuk pemenang lelang proyek DBC Olefin TPPI.

CERI juga telah menemukan dokumen Pengumuman Pemenang Tender Proyek DBC Pembangunan Komplek Olefin TPPI. Surat itu bernomor 136/DBC-OCDP/2021 tertanggal 20 Mei 2021. Dokumen ini menyatakan pemenang tender adalah JO Hyundai Engineering Co Ltd

Surati Wamen

Terkait temuan adanya indikasi intervensi tersebut, CERI kata Hengki telah mengirim surat elektronik berisi konfirmasi dan klarifikasi kepada Wamen BUMN I pada 17 Juli 2021 pagi, namun belum direspon.

Pihaknya kata Hengki juga mengirim tembusan kepada Menteri BUMN, Dewan Komisaris Pertamina Holding, Dewan Direksi Pertamina Holding, dan Dewan Direksi PT Pertamina Kilang International (KPI) serta Ketua Tim Tender Proyek DBC Olefin TPPI bentukan KPI.

Tak hanya itu, CERI juga mencoba mengonnfirmasi kepada Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau lebih dikenal Ahok, namun mantan Gubernur DKI Jakarta itu menolak menanggapi di luar kapasitasnya,

“Sikap saya sudah disampaikan pada rapat-rapat antara BOC dengan BOD, mereka tahu kok,” kata Hengki menirukan Ahok.

Pengalaman Hyundai Janggal

Selain itu, CERI juga menemukan kejanggalan lain mengenai pengalaman peserta tender Proyek Pembangunan Kilang Olefin TPPI ini.

“Jika Tim Tender beralasan adanya pengalaman Hyundai E&C pada Proyek Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex, padahal, lingkup yang mereka lakukan hanyalah pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan engineering dan procurement, dilakukan oleh Toyo Engineering,” beber Hengki.

Dikatakan Hengki, apabila itu pun tetap diakui oleh Pertamina sebagai pengalaman pekerjaan untuk tahapan pra kualifikasi, hal itu seharusnya berimplikasi pada sistem penilaian yang diatur pada Appendix II Part 2B tentang technical weight factor.

Hengki mengatakan, berhubung HEC berinvestasi untuk proyek itu, maka tentunya mereka bisa dengan mudah mengaburkan hal itu.

“Coba silakan di kroscek ke Toyo Engineering. Karena di website Toyo Engineering, mereka mendetailkan pekerjaan itu untuk lingkup pekerjaan Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex,” ungkap Hengki.

Meski demikian, kata Hengki, jika memang benar Tim Tender telah mengklarifikasi ke project owner Kiyanly Petrochemical Plant bahwa HEC memang sebagai leader EPC pada proyek itu, seharusnya surat konfirmasi itu dibuka ke publik.

Bukan Kontrak Kerja

Sementara itu, mengenai Agreement FEED Contract of Ethylene Cracker di Kazakhastan KLPE Project, menurut Hengki, Pertamina sepertinya juga belum mengklarifikasi pekerjaan tersebut langsung ke owner seperti yang dilakukan untuk klarifikasi Turkmengas Kyanly Petrochemical Complex.

“Terutama untuk pemeriksaan kontrak pekerjaannya, bukan hanya melihat Agreement Contract. Selain itu diragukan juga pemeriksaan oleh Pertamina terhadap Certificate of Completion dan pemeriksaan untuk Confirmation of Project Owner HEC,” beber Hengki.

Pemeriksaan itu menurut Hengki juga seharusnya berimplikasi pada sistem penilaian pada Appendix II Part 2B tentang Technical Weight Factor. Dimana di sana dijelaskan mengenai pengalaman BED dan FEED.

“Dari hal ini kami menganggap seharusnya nilai untuk experiences BED dan FEED untuk JO HRES seharusnya nol,” ulas Hengki.

Hengki membeberkan, pada FEED di Kazakhastan KLPE project, HEC hanya membuat proposal dan mendapatkan agreement contract, bukan Employment Contract.

“Agreement Contract itu belum bisa dianggap pengalaman, karena belum merupakan kontrak kerja. Di media international diberitakan yang mengerjakan FEED untuk pekerjaan ini adalah Konsorsium Linde, Petrofac dan GS E&C,” ulas Hengki.

Program Jokowi

Proyek Kilang Olefin TPPI menjadi penting untuk Negara lantaran proyek ini memang merupakan salah satu proyek strategis yang digagas Presiden Jokowi.

“CERI sangat concern dengan Pembangunan Kilang Olefin TPPI ini. Karena kilang TPPI Olefin Tuban memang merupakan salah satu proyek strategis nasional yang digagas Presiden Jokowi,” kata Hengki.

Lebih lanjut Hengki mengatakan, terkesan kental proyek ini telah ‘dipanjat’ oleh oknum-oknum petinggi di BUMN, ‘Senayan’, Badan Pemeriksa serta elit partai bersama anggota konsorsium sendiri.

Oleh sebab itu, kata Hengki, penegak hukum harus memberikan atensi khusus dari indikasi fakta-fakta yang ada.

“Kasihan ya, niat baik Presiden membangun kilang untuk meningkatkan ketahanan energi nasional telah dipanjat oleh oknum oknum pendukungnya sendiri,” ungkap Hengki.

Evaluasi Ulang

Terkait adanya berbagai kejanggalan pelaksanaan tender Pembangunan Kilang TPPI Olefin COmplex Tuban, serta mencuatnya rumor-rumor campur tangan petinggi BUMN itu, Hengki menyarankan Tim Komite Audit bentukan Dewan Komisaris Pertamina untuk melakukan evaluasi ulang atas informasi-informasi yang terus berkembang.

“Bila perlu mengundang penegak hukum untuk melakukan audit forensik terhadap pihak terkait, karena pembangunan kilang ini program strategis nasional dan andalan Presiden Jokowi untuk ketahanan energi nasional, maka harus diamankan dari pemburu rente,” ungkap Hengki.

Karena kami mendapat informasi, bahwa banyak pertanyaan dari Komite Audit yang tidak bisa dijawab oleh tim tender, namun resistensinya sangat kuat dari subholding maupun holding.

“Bisa jadi itu membuat Komite Audit tak berani memberikan rekomendasi untuk membatalkan keputusan tim tender,” ungkap Hengki.

“Menurut kami, evaluasi ulang pelaksanaan tender tersebut, tentu saja agar tidak menimbulkan peluang adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau digugatnya atas produk keputusan akhir dari Tim Tender oleh pihak yang dirugikan, untuk itu masih ada waktu untuk di evaluasi kembali” ungkap Hengki.

Hingga berita ini dipublikasikan, Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga belum menjawab pertanyaan yang disampaikan PONTAS.id melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, Minggu (18/7/2021) malam. {pontas}