News  

PPKM: Protokol Penjagaan Kekuasaan Mutlak (Otoriter)

Beredar viral video pernyataan Jokowi dan Luhut Panjaitan yang diedit dan dipertentangkan. Satu sisi Luhut menyatakan situasi terkendali, sementara Jokowi menyangkalnya.

Dalam perspektif komunikasi politik, dua pejabat teras ini telah menunjukkan betapa buruknya komunikasi politik internal kebinet dan komunikasi publik pejabat.

Namun, dalam konteks filosofis, makna sebenarnya yang hendak dituju secara politik, sebenarnya kedua pernyataan pejabat RI ini mengkonfirmasi ‘kejujuran’ sesuai dengan kadarnya masing-masing, yaitu:

Pertama, pernyataan Luhut yang menyebut situasi aman terkendali dapat ditafsirkan sebagai situasi keamanan politik berkaitan dengan meningkatnya tuntutan Presiden Jokowi mundur karena dinilai gagal menanggulangi pandemi.

PPKM Darurat dinilai menjadi sarana efektif untuk membungkam aspirasi rakyat, sehingga dengan pemberlakuan PPKM tidak ada peluang bagi rakyat untuk mengadakan demonstrasi umum sebagai sarana penyampaian aspirasi dan tuntutan, berdalih masih dalam situasi PPKM Darurat.

Karena itu, wajar jika ada yang memaknai PPKM sebagai Protokol Penjagaan Kekuasaan Mutlak (Absolut), yang berorientasi pada penjagaan kekuasaan Jokowi. Jadi, dalam konteks penjagaan kekuasaan Jokowi – sejauh ini masih terkendali- sehingga pernyataan Luhut Panjaitan masih relevan.

Mahasiswa yang memberikan gelar The King Of Lip Service kepada Jokowi juga sama Lip Servicenya. Tak ada aksi nyata mahasiswa, selain hanya ungkapan lip service di sosial media.

Kedua, Pernyataan Jokowi mengenai situasi tidak terkendali adalah konfirmasi kegagalan menangani pandemi. Faktanya, PPKM yang diberlakukan sejak 3 Juli tidak mampu mengerem apalagi menghentikan kasus infeksi virus, bahkan hingga kasus harian mencapainya angka 50.000 kasus. Kasus totalnya lebih dari 2 juta dan menjadikan Indonesia sebagai episentrum pandemi global.

Karena itu, memang dibutuhkan PPKM dalam pengertian Protokol Penjagaan Kekuasaan Mutlak (Absolut) agar kekuasaan Jokowi bisa bertahan. Mengingat, kegagalan menangani pandemi menambah tuntutan rakyat agar Jokowi mundur, setelah gagal dalam banyak dimensi pemerintahan lainnya.

Patut diduga PPKM akan terus diperpanjang sampai potensi ancaman terhadap eksistensi kekuasaan Jokowi dinilai hilang atau setidaknya berkurang. Namun, alih-alih mengurangi tuntutan Jokowi mundur, perpanjangan PPKM justru menambah kejengkelan rakyat karena dibatasi kegiatannya tanpa diberikan kompensasi.

Dan yang paling menjengkelkan, dibelenggu hak politiknya untuk menyampaikan aspirasi menuntut Jokowi mundur dengan melakukan demonstrasi.

Nampaknya, apa yang ditulis oleh Kolonel Sugeng Waras benar-benar akan terjadi. Ya, pandemi akan berakhir seiring berakhirnya kekuasaan Jokowi.

Jadi, prioritas kegiatan masyarakat saat ini juga harus menggencarkan PPKM. Yakni, Perjuangan Politik Kawal Mundurnya Jokowi.

Logika yang dibangun adalah Jokowi bagian dari masalah dalam penanggulangan pandemi. Jokowi mundur, penanggulangan pandemi lebih baik sehingga diharapkan badai pandemi bisa segera berakhir seiring berakhirnya kekuasaan Jokowi.

Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/