Politikus Partai Golkar Mahyudin meraza dizalimi. Ia tak habis pikir partai Golkar secara mendadak ingin mencopot dirinya sebagai Wakil Ketua MPR.
“Saya merasa kok saya diginikan, tanpa ada alasan dipaksa-paksa untuk mengundurkan diri. Saya merasa terdzalimi di partai, itu menurut saya tidak kondusif,” ujar Mahyudin di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, (3/4/2018).
Mahyudin berencana menempuh jalur politik perseorangan di Pemilu 2019 sebagai calon dewan perwakilan daerah (DPD). Keputusan itu dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
“Kalau saya hari ini ke DPD, itu bagian dari strategi dan itu tidak melanggar undang-undang,” ujarnya.
Mahyudin mengaku hanya akan berpisah haluan politik bersama para pengurus partai berlambang pohon beringin ini. Rencana DPP Partai Golkar melakukan pergantian pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dijabat Mahyudin menjadi alasan utama.
Hingga saat ini, pergantian jabatan yang bakal digantikan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Suharto terbentur aturan. Pimpinan MPR hanya bisa diganti bila Mahyudin berkenan mengundurkan diri.
Mahyudin mengakui komunikasi dengan pengurus DPP Partai Golkar semakin memburuk. Karenanya, mantan Bupati Kutai Timur ini mengambil jalur politik perseorangan. “Kalau posisi sekarang saya dibeginikan, apa mungkin saya kembali dicalegkan oleh partai saya,” ujarnya.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar membeberkan pengurus DPP Partai Golkar telah membentuk tim negosiasi untuk berdiskusi terkait pergantian jabatan Pimpinan MPR. Keputusan pun bakal dilakukan setelah melihat situasi politik.
“Belum (ketemu), tapi saya kira dalam politik itu banyak hal yang bisa terjadi. Saya menghargai dan menghormati apa yang diputuskan DPP, bagaimana nanti kita lihat nanti sesuai mekanisme,” tutur legislator asal dapil Kalimantan Timur ini.
Ia menegaskan dirinya tak pernah melanggar perintah partai terkait pergantian Pimpinan MPR. Namun, ia hanya meminta pengurus partai mengikuti mekanisme yang ada.
“Saya menolak kalau dipaksa mengundurkan diri, ya saya masa disuruh bunuh diri harus mau. Kalau bertentangan dengan harga diri dan norma yang ada kenapa harus mau,” ujarnya.