Politisi PKB Luqman Hakim Puji SBY Tak Pernah Utak-Atik Konstitusi Demi Jabatan, Sindir Jokowi?

Politisi PKB, Luqman Hakim mendadak menyinggung nama Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Luqman menyebut bahwa selama dua periode SBY menjabat Presiden selalu bersikap hormat dan patuh konstitusi.

“Presiden @SBYudhoyono dua periode bersikap hormat & patuh konstitusi,” kata Luqman Hakim melalui cuitan Twitternya seperti dilihat Galamedia Sabtu, 28 Agustus 2021.

Ia mengungkapkan bahwa SBY selama ini tidak pernah bermanuver untuk merusak konstitusi agar memperpanjang masa jabatan atau kembali terpilih.

“Selama menjabat tidak bermanuver untuk merusak konstitusi agar bisa diperpanjang atau dipilih ke-3, ke-4, ke-5 dan seterusnya,” tulis dia lagi.

Namun kata dia, hal itu bisa terjadi karena latar belakang SBY yang merupakan seorang TNI yang menganut Sapta Marga.

Sebab itu, dalam cuitan yang sama ia mengungkapkan kebanggaannya terhadap TNI. “Mungkin karena di TNI ada Sapta Marga. Kami bangga dengan TNI. Hidup TNI! Hidup Rakyat!,” pungkasnya.

Secara kebetulan pernyataan Luqman Hakim mencuat di tengah-tengah kembali menguatnya dugaan upaya perpanjangan jabatan Presiden Jokowi melalui amandemen UUD NRI 1945.

Kendati begitu, Luqman tak menyebutkan secara rinci dalam rangka apa pernyataannya menyoal SBY dan upaya perusakan konstitusi itu.

Menanggapi pernyataan Luqman, ada seorang warganet yang menyentil soal dirinya yang diduga telah menerima informasi usai pertemuan Jokowi dengan para petinggi partai pendukungnya.

“Abis dapat bocoran pertemuan kemaren ya yai?,” tulis seorang warganet bernama Sejarah Terulang di kolom komentar.

“Baru nyadar ya Pak?,” timpal akun bernama Ridho Muttaqin.

Seperti diketahui, Jokowi dan para petinggi partai koalisinya mengadakan pertemuan di Istana Negara pada Kamis, 26 Agustus 2021 sore.

Spekulasi muncul menyusul pertemuan itu, banyak pihak menilai bahwa pertemuan Jokowi dengan para pendukungnya yang kini diperkuat oleh PAN adalah untuk memuluskan perpanjangan jabatan atau menambah jabatan menjadi tiga periode melalui amandemen UUD NRI 1945. {PR}