News  

Parah! Menkeu Sri Mulyani Ungkap Ada 127 Kepala Daerah Jadi Terpidana Kasus Korupsi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tata kelola penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah (Pemda) belum optimal, meski pemerintah pusat sudah melakukan desentralisasi fiskal alias otonomi daerah sejak tahun 2004.

Bendahara Negara ini menyebut, belum optimalnya tata kelola terlihat dari disparitas kinerja Pemda di masing-masing daerah. Begitu pula adanya isu transparansi dan integritas kepala daerah.

“Bahkan isu transparansi dan integritas selain kompetensi juga sangat menonjol dari publik sejak tahun 2004. Ada 127 kepala daerah yang menjadi terpidana kasus korupsi,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI membahas RUU HKPD, Senin (13/9/2021).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, kinerja yang tidak optimal juga terlihat dari masih rendahnya nilai reformasi birokrasi Pemda yang sebagian besar masih berpredikat CC dan C.

Belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah terlihat dari indikasi besarnya belanja birokrasi, seperti belanja pegawai serta belanja barang dan jasa.

Berdasarkan hasil observasi, rata-rata belanja pegawai di daerah mencapai 59 persen dari total anggaran daerah dalam 3 tahun terakhir.

“Kolaborasi antardaerah maupun dalam menciptakan daya tarik, daya investasi, daya competitiveness dari daerah terlihat masih sangat terbatas, 60 persen daerah memiliki indeks daya saing yang sedang atau rendah berdasarkan survei BRIN 2021,” ucap Sri Mulyani.

Padahal, kata dia, kapasitas daerah dalam melakukan berbagai urusan pemerintah menjadi faktor penting dalam mencapai tujuan bernegara. Belum optimalnya kapasitas daerah menyebabkan semakin sulitnya mencapai tujuan bernegara.

“Kita berikan contoh urusan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan urusan yang sudah didesentralisasi ke daerah. Bila daerah tidak bisa melaksanakan dengan baik, maka dampaknya akan terasa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan berimplikasi pada kualitas SDM ke depan,” ucap Sri Mulyani.

Diketahui, desentralisasi fiskal alias otonomi daerah diberlakukan karena daerah dianggap mampu melihat lebih dekat isu sosial di daerahnya masing-masing.

Pemberian desentralisasi fiskal ditujukan untuk memberikan sumber-sumber pendanaan sebagai aspek input kepada daerah agar bisa dikelola secara efisien, adil, selaras, dengan memperhatikan keuangan negara untuk mencapai tujuan bernegara tersebut.

Belanja Pemda tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, melainkan harus bersinergi dan sinkron pada tujuan nasional sehingga hasil dan dampaknya kepada masyarakat menjadi jauh lebih baik.

Karena hasilnya belum optimal, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). {kompas}