News  

Guru di Bogor Ditangkap Karena Investasi Bodong, Uang Rp.23 Miliar Habis Untuk Trading Di Binomo

Seorang guru Madrasah atau sekolah agama, IR (32), ditangkap Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor. IR diduga melakukan penipuan investasi bodong berupa program tabungan senilai Rp 23 miliar di wilayah Desa Kiarasari, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.

“Pengungkapan yang dilakukan Satreskrim Polres Bogor tersebut berhasil mengamankan seorang tersangka berinisial IR yang merupakan seorang guru madrasah di Kecamatan Sukmajaya,” kata Kapolres Bogor AKBP Harun kepada wartawan, Jumat (24/9).

Harun mengatakan IR mulai melakukan aksinya pada awal Oktober 2019 dengan modus menghimpun dana dari orang-orang terdekat tersangka seperti keluarga dan tetangganya.

Dia mengajak menanam modal dalam bentuk uang dengan besaran rata-ratanya Rp 2 juta hingga Rp 5 juta yang disimpan di tersangka IR.

Uang yang telah terkumpul dari nasabah itu lalu digunakan untuk mengisi saldo aplikasi trading Binomo. Para nasabah yang telah menanamkan modalnya dijanjikan keuntungan sebesar 40% setiap bulannya.

Nama Binomo sebagai aplikasi trading memang cukup populer. Iklannya sering muncul di internet. Binomo merupakan platform trading yang menyediakan berbagai jenis aset untuk diperdagangkan seperti mata uang (forex), saham perusahaan, mata uang kripto, dan komoditas.

Sepanjang Juli 2021, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memblokir 82 domain situs web entitas di bidang perdagangan berjangka komoditi (PBK) tak berizin. Dari 82 domain tersebut ada Binomo, Octa Fx, hingga Olymptrade.

Sering Kalah di Binomo

Awalnya bisnis investasi IR tersebut berjalan lancar dan keuntungan pun diberikan kepada para nasabah. Hal tersebut membuat nasabah atau investor yang ingin menanam modal di investasi tersebut semakin banyak, tersangka IR pun merekrut beberapa orang untuk dijadikan karyawan.

Namun, pada bulan Juli 2020, IR sering mengalami kekalahan di trading di Binomo. Meski begitu, IR tetap menghimpun dana dari para investornya. Uang yang terkumpul lalu digunakan untuk membayar keuntungan/profit yang dijanjikan kepada nasabahnya.

Pada awal bulan Juli 2020, tersangka IR mendirikan Koperasi Konsumen Bhakti Kirana Mandiri dan melakukan perubahan teknis. Perubahan itu adalah pemberian keuntungan yang tadinya diberikan setiap awal bulan menjadi 3 bulan sekali dan mengubah tanda bukti investasi para nasabah.

Namun, keberuntungan tak selalu berpihak padanya. Seiring berjalannya waktu, IR tidak bisa lagi merealisasikan keuntungan para investornya. Begitu juga modal investasi tidak pernah dikembalikan.

Para nasabah merasa dikelabui oleh IR karena dana yang dijanjikan tidak ada dan modal pun tidak dikembalikan. Akhirnya korban melaporkan IR ke Polres Bogor.

“Tersangka sempat melarikan diri dan kemudian diamankan oleh Tim Resmob di kontrakan tersangka di Kampung Paseh, Desa Padasuka, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang,” kata Harun.

Bisa Menggaet Dana Rp 23,4 Miliar

Harun mengungkapkan berdasarkan data rekapan yang didapat dari saksi Wahyudi, korban dari bisnis investasi tersebut mencapai 837 orang dengan nilai tabungan/ investasi sebesar Rp 15.841.908.134.

Kemudian ditambah dari nasabah EEM melalui program arisan dan sembako yang uangnya juga disetorkan kepada tersangka sebesar Rp 7 .588.361.000.

Sehingga bila ditotal dana yang masuk ke tersangka sejumlah Rp 23.430.269.134 atau Rp 23,4 miliar.

Diancam Penjara Maksimal 20 Tahun

Dari hasil pengungkapan tersebut, polisi juga berhasil mengamankan barang bukti berupa 3 lembar kuitansi, 1 berkas akta pendirian koperasi Bhakti Kirana mandiri, 1 lembar surat Kep. Menkumham RI tentang pengesahan pendirian badan hukum Koperasi Konsumen Bhakti Kirana Mandiri, 1 lembar surat keterangan surat domisili usaha, 8 buah buku tabungan dari beberapa bank.

Juga, 2 unit sepeda motor beserta BPKB dan STNK, 8 kartu ATM dari beberapa bank, 1 buah laptop dan surat-surat tanah terkait 12 objek bidang tanah seluas kurang lebih 31.162 M2.

IR dijerat dengan pasal 378 KUHP dan atau 372 KUHP dan juga pasal 46 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Ancaman minimal 4 tahun penjara maksimal 20 tahun penjara serta denda sekurang-kurangnya 10 miliar rupiah dan paling banyak 200 miliar rupiah,” ucap Harun. {kumparan}