UMP 2022 Hanya Naik 1,09 Persen, Kurniasih Mufidayanti: Dampak ‘Kejam’ Penerapan UU Cipta Kerja

Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 dengan rata-rata nasional hanya naik 1,09 persen merupakan dampak ‘kejam’ penetapan UU Cipta Kerja. Apalagi, kenaikan UMP ini merupakan yang terendah dalam sejarah Indonesia.

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengamati, formulasi perhitungan UMP 2022 sudah menggunakan PP No 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja. Hasilnya secara rata-rata nasional, kenaikan UMP sama sekali tidak signifikan.

“Ini dampak penerapan UU Cipta Kerja dengan turunan aturan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pakar ketenagakerjaan menyebut ini kenaikan terendah dalam sejarah republik ini. PKS sedari awal keras menolak UU Cipta Kerja. Ini berdampak kepada semua pekerja di semua sektor,” kata Mufida dalam keterangan pers, Jumat (19/11).

Mufida mengatakan, sudah tidak ada peningkatan UMP di tahun 2021. Sementara di tahun 2022, dia mengamati, secara rata-rata kenaikan sangat kecil. Selain itu PP No 36 Tahun 2021 juga mengatur batas atas dan batas bawah penerapan UMP.

Dengan formulasi ini, kata dia, setidaknya sudah ada beberapa provinsi yang tidak bisa naik UMP-nya karena sudah melebihi batas atas. Sementara di sisi lain, batas bawah tidak boleh lebih rendah dari UMP sebelumnya yang pada 2021 diputuskan tidak ada kenaikan dengan alasan pandemi.

“Bisa jadi banyak daerah yang pada akhirnya tidak naik UMPnya, kalaupun naik tidak akan jauh dari rata-rata nasional yang satu persen itu,” ungkap Mufida.

Mufida juga menyebut kenaikan yang kecil ini adalah ekses formulasi perhitungan UMP yang tidak lagi memasukkan unsur Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana aturan sebelumnya di PP 78/2015 tentang Pengupahan. Sementara di PP 36/2021 turunan Cipta Kerja hanya fokus mempertimbangkan variabel di luar kebutuhan pekerja.

“Seperti kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah,” ucap politikus dari PKS itu.

Mufida menyatakan, saat ini, keputusan UMP 2022 ada di tangan gubernur. Dia meminta, gubernur mendengarkan suara pekerja guna bisa memberikan keputusan terbaik.

“Bola di tangan para gubernur, kita harapkan dengan aspirasi yang disampaikan pekerja dan proyeksi kenaikan yang dihitung pemerintah pusat bisa menemukan jalan tengah. UMP adalah salah satu modal untuk konsumsi yang menjadi variabel utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuh Mufida.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan KSPI sudah menggelar rapat dengan 60 serikat buruh tingkat nasional dengan keputusannya mogok produksi secara nasional pada Desember nanti.

Said menyebut, mogok nasional ini akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut tapi, tanggal pelaksanaannya belum disepakati antara serikat buruh. Untuk sementara, direncanakan aksi mogok nasional digelar pada tanggal 6 hingga 8 Desember 2021.

“60 federasi tingkat nasional memutuskan mogok nasional, setop produksi. Ini akan diikuti 2 juta buruh, (sehingga) lebih dari ratusan ribu pabrik akan berhenti bekerja,” ungkap Said.

Dikaji penetapan UMP ganda

Penetapan UMP oleh Dewan Pengupanan Nasional (Depenas), juga berdampak pada daerah. Di Jawa Tengah, pemerintah setempat bakal mengkaji formula UMP ganda, tapi untuk penetapan tahun 2023 mendatang.

Pasalnya, formula UMP ganda disebut-sebut paling tepat di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil akibat dampak pandemi.

Perihal UMP ganda ini diungkapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menemui perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Jawa Tengah, di kantor gubernuran, Semarang, Jumat (19/11).

Gubernur mengatakan, sudah berdiskusi dengan kalangan pengusaha yang ada di Jawa Tengah, buruh serta pihak-pihak yang terkait dengan pengupahan, guna memantapkan formula UMP ganda yang dimaksud.

Ada alasan yang membuat Gubernur Jawa Tengah berani mengambil inisiatif untuk melakukan kajian terhadap formula ganda, bagi penetapan UMP di Provinsi Jawa Tengah, di tahun 2023 nanti.

Menurutnya, rumus UMP sebenarnya sudah pakem di dalam Peraturan Pemerintah (PP). Karena sudah pakem, maka sebenarnya kepala daerah hanya tinggal meneken saja, karena formula dan komponennya sudah diatur.

“Hanya saja, kalau menggunakan ketentuan formulasi UMP tersebut, menurut saya, kadang juga tidak adil,” tegasnya.

Kemudian dari diskusi yang sudah dibangun bersama stakeholder pengupahan lainnya, ditemukan fakta bahwa ada perusahaan yang terdampak karena pandemi, namun ada juga yang tidak.

Untuk itu, jika penetapan besaran UMP dipukul rata, menurutnya, pasti ada pelaku usaha yang yang kuat dan juga tidak sedikit yang keberatan, karena mereka menganggap kenaikan upah ternate cukup membebani pengusaha.

Maka gubernur pun terus melakukan berbagai kajian, mungkinkah dibuat formula–semacam UMP ganda–sehingg mereka yang terdampak ditetapkan aturan UMP sesuai denga formula Perturan Pemerintah.

Sekertaris Korwil KSBSI Jawa Tengah, Toto Susilo usai bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah menyampaikan, sangat sepakat dengan rencana penerapan UMP ganda atau yang mereka sebut dengan upah sektoral tersebut.

Sebab memang tidak semua perusahaan yang ada di Jawa Tengah, ikut terdampak atau mengalami kerugian saat terjadi pandemi Covid-19. Faktanya, banyak perusahaan justru maju, membuka kantor cabang, menambah karyawan dan meningkatkan produktivitas.

Di satu sisi pengusaha masih berdalih, bahwa kondisi perusahaan sedang dalam situasi yang tidak menguntungkan untuk dapat memenuhi kewajiban menaikkan upah di tengah pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai.

Sehingga, kenaikan upah yang diharapkan jauh dari keinginan pekerja. “Artinya, tidak tepat bahwa pandemi Covid-19 kemudian dijadikan alasan bagi perusahaan untuk tidak menaikkan upah bagi para pekerja/ buruh,” tegasnya. {republika}