News  

CBA Desak KPK Dan Polri Selidiki 3 Kasus Dugaan Nepotisme Erick Thohir

Center for Budget Analysis (CBA) meminta pihak aparat penegak hukum (APH) khususnya KPK dan Kepolisian untuk serius menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana nepotisme dalam proyek PCR oleh Menteri BUMN Erick Tohir.

“Kasus tersebut harus menjadi pintu masuk bagi APH agar mengembangkan penyelidikan terkait dugaan praktik nepotisme yang melibatkan Menteri Erick Tohir,” kata Koordinator CBA Jajang Nurjaman melalui pesan elektronik yang disebarluaskan Jumat (18/11/2021).

Selain kasus PCR, dia meminta KPK dan Kepolisian melakukan penyelidikan atas dua kasus lainnya yang tidak kalah besar dan diduga melibatkan Erick Tohir. Kasus tersebut yakni proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai, dan kasus investasi Telkomsel.

Proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai dilakukan antara Rekind yang berstatus anak BUMN Pupuk Indonesia, dan PT Panca Amara Utama (PAU) yang merupakan anak perusahaan PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA).

Jajang mengungkap fakta yang perlu diketahui publik bahwa Boy Tohir, kakak kandung Erick Tohir, merupakan presiden komisaris PAU sekaligus pengurus dan pemegang saham ESSA.

“Adapun permasalahan dalam proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun akibat kebijakan penghabpusan piutang, sebagaimana diperkuat oleh audit Badan Pemeriksa Keuangan,” kata Jajang.

Jajang menambahkan, kasus lain yang perlu ditindaklanjuti KPK dan Kepolisian adalah investasi Telkomsel, anak usaha perusahaan BUMN Telkom, kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) atau GoTo.

Dugaan nepotisme, disebut Jajang, lagi-lagi terkait posisi Boy Tohir yang menjadi komisaris utama GoTo. Selain itu, berdasarkan Akta No. 128 tanggal 29 Oktober 2021, Boy Tohir juga pemegang saham sebanyak 1,05 miliar lembar GoTo.

Sementara Erick Tohir sebagai menteri BUMN yang mewakili negara adalah pemegang saham mayoritas saham Telkom.

Jajang lantas mengutip laporan keungan Telkom kuartal pertama 2021, bahwa Telkomsel telah menggelontorkan US$450 juta atau setara Rp6,7 triliun dengan kurs Rp 15.000 per dolar untuk menelan obligasi konversi tanpa bunga GoTo.

“Jika memakai akal sehat, begitu mudah dan dermawannya BUMN menggelontorkan dana kepada GoTo. Jadi, di balik kerjasama investasi antara Telkomsel dengan GoTo sampai Rp 6,7 triliun seolah-olah bisnis tapi ada dugaan nepotisme yg harus diungkap APH,” demikian kata Jajang Nurjaman.

Redaksi meminta tanggapan terhadap para pihak yang disebutkan dalam artikel ini. Tanggapan akan dimuat dalam berita terpisah. {akurat}