News  

Didakwa Ujaran Kebencian Dan Penistaan Agama, Yahya Waloni Terancam 6 Tahun Penjara

Muhammad Yahya Waloni didakwa melakukan ujaran kebencian dan penistaan agama. Dakwaan tersebut dibacakan di dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/11).

Dalam keterangan yang diterima kumparan dari Kejati DKI Jakarta, Yahya Waloni didakwa dengan dakwaan berlapis bersifat alternatif.

Alternatif pertama, didakwa dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.

Kemudian alternatif kedua, Yahya didakwa melanggar pasal 156a KUHP dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara. Alternatif ketiga, didakwa dengan pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut perbuatan Yahya, yang berprofesi sebagai tokoh masyarakat, telah menyebabkan stigma yang negatif. Di mana seolah-olah suatu agama diperbolehkan mengolok-olok ajaran agama lain.

Selain itu, perbuatan Yahya juga dinilai telah menyebabkan timbulnya perilaku yang sama dari pemeluk agama yang diolok-olok.

Bahkan dimungkinkan melebihi dari apa yang sudah dilakukan Yahya sehingga menyebabkan retaknya harmonis antar umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan beragama di Indonesia yang sudah terjalin dengan baik selama ini.

Ujaran kebencian Yahya tersebut terurai dalam media sosialnya yakni Youtube. Dalam video di YouTube, ujaran kebencian itu diduga dilontarkan pada Rabu 2 Agustus 2019 di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center, Kecamatan Setia Budi, Kota Jakarta Selatan.

Kasipenkum Kejati DKI, Ashari Syam, mengatakan saat itu Yahya tengah mengisi kegiatan ceramah dengan tema ‘Nikmatnya Islam’. Saat itu, jumlah jemaah sekitar 700 orang.

“Namun terdakwa dalam mengisi kegiatan ceramah tersebut ternyata memuat materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian (ujaran kebencian) atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA,” kata Ashari dalam keterangannya, Rabu (24/11).

“Sebab, yang disampaikan dalam isi ceramahnya menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat kristen. Sehingga materi ceramah dapat menyakiti umat kristiani.

Padahal selain didengar oleh jamaah masjid tersebut, ceramah itu juga ditayangkan secara langsung di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook, yang kemudian ditonton oleh khalayak ramai,” sambung dia.

Ashari mengatakan, setelah dakwaan dibacakan, Yahya menyatakan telah mengerti mengenai isi surat dakwaan dan tidak akan mengajukan eksepsi alias pembelaan.

“Terdakwa Ustad Yahya Waloni tidak mengajukan eksepsi (pembelaan) atas dakwaan JPU,” pungkas Yahya.

Kasus Yahya Waloni ini mencuat usai adanya laporan dari Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Selasa (27/8/2019).

Dalam laporan dengan nomor surat STTLP/589.a/VIII/2019/SPKT, GAMKI mempersoalkan video viral Yahya Waloni di YouTube yang dinilai sudah meresahkan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Sulawesi Utara. Ceramah tersebut tentang Bibel yang ia sebut palsu.

Yahya sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mempermasalahkan status tersangka yang dilekatkan kepada dirinya. Namun belakangan praperadilan itu dicabut, dan kini dia sudah menjalani sidang dengan agenda dakwaan. {kumparan}