News  

Baru Rp.17 Miliar Dari Rp.16,8 Triliun Kerugian Jiwasraya Yang Dikembalikan Ke Negara

Pengusutan kasus megakorupsi dana pensiun di PT Asuransi Jiwasraya serta PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) masih berlanjut. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga didorong bisa mengembalikan aset sitaan demi menimimalkan kerugian negara.

Komisi Kejaksaan (Komjak) meminta Kejagung maksimal dalam mengeksekusi aset-aset rampasan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di pengadilan. Dalam dua kasus tersebut, kerugian negara masing-masing setotal Rp 16,8 triliun dan Rp 22,78 triliun itu.

Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, pengenaan hukuman badan terhadap para terpidana, dan ancaman para terdakwa pada dua kasus tersebut, patut untuk diapresiasi. Kata Barita, bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memuji kinerja kejaksaan tersebut.

“Saya setuju dengan apresiasi dari Bapak Presiden Jokowi, terhadap kinerja Kejaksaan Agung, yang memberikan nilai tinggi untuk khususnya, dalam penanganan perkara-perkara korupsi, seperti kasus Jiwasraya dan ASABRI. Saya rasa, apresiasi dari presiden itu, tepat sekali,” kata Barita, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (10/12).

Kata Barita, apresiasi dari kepala negara itu, patut menjadi pemicu kuat bagi Kejagung dalam peningkatan kinerja.

“Terutama untuk kerja-kerja pemberantasan korupsi, dan kejahatan-kejahatan ekonomi yang masih menjadi perhatian publik sampai saat ini,” ujar Barita. Akan tetapi, kata dia, apresiasi tersebut, sewajarnya, tak membikin jumawa.

Karena menurut Komjak, kata Barita, Kejagung harus dapat juga meningkatkan kepercayaan publik, terkait pengembalian kerugian negara yang diakibatkan oleh dua kasus korupsi dan TPPU di Jiwasraya dan ASABRI.

“Kita dari Komjak mendorong agar Kejaksaan Agung, untuk penelusuran aset-aset terpidana (kasus Jiwasraya), maupun terdakwa (dalam kasus ASABARI) ini, bisa sesuai untuk pengembalian kerugian negara,” ujar Barita.

Sebab kata dia, untuk masalah pemidanaan badan, Kejagung sudah menampakkan aksi pemberantasan korupsi yang maksimal lewat penegakan hukum yang tepat dan tak pandang bulu.

“Kita harus melihat hukuman (badan) dan tuntutan kasus-kasus Jiwasraya dan dalam kasus ASABRI ini sudah menunjukkan keseriusan hukum untuk pemberantasan korupsi yang selama ini juga diharapkan oleh masyarakat,” ujar Barita.

Barita mengatakan, tinggal bagaimana konsistensi kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara. Dalam kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya yang kerugian negaranya mencapai Rp 16,8 triliun, kejaksaan memenjarakan maksimal delapan terdakwa.

Dua terdakwa, Benny Tjokosaputro, dan Heru Hidayat, dua bos PT Hanson Internasional, dan PT Trada Alam Minera (TRAM) inkrah divonis penjara seumur hidup.

Keduanya, dalam kasus tersebut, juga diminta mengembalikan kerugian negara dari perbuatannya, dengan senilai Rp 6,8 triliun, dan Rp 10,7 triliun. Sedangkan terdakwa Joko Hartono Tirto, bos di PT Maxima Integra, juga divonis 20 tahun penjara.

Para terdakwa dari jajaran direksi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, juga divonis inkrah masing-masing 20 tahun penjara. Kecuali Syahmirwan yang mendapatkan keringanan vonis hukuman dari Mahkamah Agung (MA) menjadi 18 tahun penjara.

Terdakwa pejabat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fakhri Hilmy juga divonis masuk bui selama 6 tahun. Satu terdakwa terakhir dari swasta, yakni Pieter Rasiman, bos dari PT Himalaya Energi Perkasa, juga berhasil dijerujibesikan kejaksaan, selama 20 tahun penjara.

Akan tetapi, dari seluruh hukuman tersebut, sampai saat ini, Kejagung belum maksimal dalam mengeksekusi putusan terkait angka pengganti kerugian negara.

Padahal, dalam putusan kasasi oleh MA, pada Agustus 2021 menyebutkan aset-aset rampasan dari para terpidana yang mencapai Rp 18,7 triliun, agar disita dan dilelang terbuka dan hasilnya untuk pengganti kerugian negara.

Dalam putusannya, MA memerintahkan, eksekusi penggantian kerugian negara tersebut selambatnya dibayarkan 1 bulan setelah putusan inkrah.

Terkait hal tersebut, Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejakgung, Elan Suherlan mengakui, lelang eksekusi terkait penuntasan kasus Jiwasraya, hasilnya, masih jauh dari harapan.

Sampai Jumat (10/12), kata Elan, aset-aset sitaan yang sudah berhasil dilelang eksekusi dan uangnya disetorkan ke negara, baru minimal di angka Rp 17 miliar.

Padahal kata Elan, aset-aset rampasan dari para terpidana Jiwasraya mencapai Rp 18-an triliun.

Artinya hasil sitaan baru menyumbang 1 persen dari total kerugian negara. “Jumlahnya masih sangat jauh,” kata dia, Jumat (10/12).

Elan membeberkan beberapa aset sitaan dari para terpidana Jiwasraya yang sudah berhasil dieksekusi lelang terbuka. Seperti uang tunai Rp 10,79 miliar milik enam terpidana.

“Uang tunai itu sudah disetorkan ke kas negara. Itu dari terpidana Benny, Hendrisman, Hary Prasetyo, Joko Hartono Tirto, dan Syahmirwan,” terang Elan. Kata dia, uang tunai senilai Rp 902 juta yang semula berasal dari sitaan mata uang asing dari terpidana Benny, dan Heru juga sudah disetorkan ke kas negara sebagai pengganti kerugian Jiwasraya.

Selanjutnya, kata Elan, upaya untuk melakukan lelang eksekusi terhadap aset-aset rampasan lainnya, sepi peminat. Baru-baru ini, kata Elan menerangkan, PPA Kejakgung, baru berhasil mendapatkan hasil lelang Rp 6,1 miliar dari 11 mobil sitaan para terpidana yang berhasil disita.

“Sementara baru itu (Rp 17 miliar) yang sudah berhasil dilelang, dan disetorkan ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara,” ujar Erlan. Artinya baru 0,1 persen kerugian negara akibat Jiwasraya yang sudah kembali ke kas negara.

Sedangkan ratusan ribu bidang tanah, apartemen, lahan pertambangan, dan rumah-rumah tinggal, bahkan kapal-kapal barang, serta pesiar yang sudah dinyatakan pengadilan sebagai rampasan negara, belum berhasil untuk dilepas lelang. “Belum ada yang berminat,” terang Elan.

Selain mempidanakan perorangan, kejaksaan dalam kasus Jiwasraya ini, juga mendakwa sebanyak 13 tersangka manajer investasi (MI). Para tersangka korporasi tersebut, menurut kejaksaan menjadi pihak yang mengelola sedikitnya Rp 12,5 triliun saham, serta reksa dana milik PT Asuransi Jiwaraya.

Akan tetapi, sampai hari ini, proses hukum terhadap para tersangka korporasi tersebut, belum final, dan belum ada putusan. Proses sidangnya, masih terus berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta.

Terkait penanganan korupsi dan TPPU ASABRI, yang kerugian negaranya mencapai Rp 22,78 triliun, proses penyitaan asetnya, pun belum sesuai dengan angka kerugian negara.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi, menyampaikan hasil perkiraan nilai aset sitaan terkait kasus ASABRI, baru mencapai Rp 16,2 triliun.

Akan tetapi, Supardi optimistis, pencarian aset-aset para tersangka untuk disita, akan sesuai dengan pengganti kerugian negara. “Tidak mudah memang (pencarian) aset-aset tersangka ini. Tetapi kita terus mencari untuk mengganti kerugian negara,” ujar Supardi, Jumat (10/12).

Upaya pengembalian dana nasabah yang menjadi korban juga terus diperjuangkan. Pemegang polis Jiwasraya menagih komitmen seluruh pihak terkait untuk mempercepat pembayaran polis nasabah yang menjadi korban.

Hingga saat ini sejak dilakukannya program restrukturisasi polis, nasabah tak kunjung mendapatkan haknya.

Salah satu pemegang polis Jiwasraya, Sherly, mengatakan telah sepakat dengan penawaran restrukturisasi sejak beberapa bulan lalu.

Dia pun sudah merelakan hak pembayaran yang diterimanya harus terpotong akibat restrukturisasi. Kendati demikian, hingga saat ini dirinya masih belum mendapatkan kepastian.

“Restrukturisasi sampai hari ini belum ada penyelesaian apapun. Saat itu kami sudah menyetujui (restrukturisasi) yang dipotong 30 persen, dicicil lima tahun tanpa bunga. Di dalam polis itu dijanjikan dibayarkan tiga bulan setelah polis resmi dipindahkan ke IFG Life,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (10/12).

Namun, menurutnya, saat ini proses transfer polis dari Jiwasraya ke IFG Life tak kunjung terealisasi. Sherly menyebut pihak Jiwasraya kerap mengulur waktu jika ditanyakan mengenai pembayaran polis nasabah.

“Jawaban dari Jiwasraya, PMN belum cair, setelah PMN cair lalu ada alasan lagi audit polis kembali, lalu pemindahan polis lagi. Jadi kami bingung, kok birokrasi terus, ada saja alasannya,” ucapnya.

Kabar terakhir yang diterimanya bahwa saat ini pihak Jiwasraya sedang memproses pemindahan polis sekaligus meminta izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Terakhir pihak Jiwasraya katakan sudah sampai tahap pemindahan polis dan meminta izin dari OJK. Saya dapat informasinya tiga hari lalu,” ucapnya.

Maka itu, dia berharap pencairan polis para pemegang polis Jiwasraya dapat menemukan titik terang. Hal ini mengingat proses penundaan pencairan polis para nasabah sudah memasuki tiga tahun terhitung sejak 2018 lalu.

“Sampai sekarang belum ada kepastian perpanjangan polis, kita dizalimi. Digemborkan saya dibilang sudah dibayarkan polisnya tapi nyatanya belum sama sekali, sepeserpun belum dibayarkan. Kita juga sudah menunggu dari Oktober 2018 hampir tiga tahun, dari restrukturisasi juga sudah menunggu setahun, PMN juga sudah cair,” ucapnya.

Disamping itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman resmi IFG Life, proses penyelamatan polis Jiwasraya melalui program restrukturisasi akan mencapai tahap akhir yaitu proses transfer polis menuju IFG Life. Pgs.

Corporate Secretary IFG Life, Fadian Dwiantara menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan koordinasi agar proses transfer polis dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Sehingga IFG Life dapat melaksanakan kewajibannya yaitu membayar klaim para nasabah dan melanjutkan manfaat-manfaat dari polis yang nantinya dipindah ke IFG Life.

“Hal ini mengingat jumlah polis yang cukup banyak sehingga kami perlu melakukannya secara hati- hati dengan menjaga tata kelola dan manajemen risiko yang baik.

Kami bisa yakinkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, akan ada kejelasan untuk para pemegang polis, sehingga pemegang polis bisa mendapatkan ketenangan saat polisnya sudah ditansfer ke IFG Life,” kata Fadian.

IFG Life akan mengumumkan proses transfer polis kepada para pemegang polis eks Jiwasraya melalui berbagai platform komunikasi agar para nasabah dapat mengetahui status dari polis mereka. Proses transfer polis ini pun secara paralel masih dalam proses perizinan dari pihak regulator. {rep}