News  

Utang RI Terus Meningkat, Luhut: Rakyat Menikmati Dan Mampu Dibayar, Kenapa Jadi Masalah?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan stabilisasi ekonomi makro Indonesia saat ini masih terjaga. Salah satunya dari sisi utang pemerintah yang diklaim masih terkendali.

Hingga akhir Oktober 2021, total utang pemerintah mencapai Rp 6.687,28 triliun, meningkat meningkat Rp 809,57 triliun dari posisi September 2020. Utang ini setara dengan 39,69 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, menurut Luhut, selama rasio utang pemerintah terhadap PDB masih belum mencapai 60 persen, utang tersebut masih terkendali. Selain itu, utang yang digunakan untuk proyek strategis juga dilakukan oleh negara lain.

“Jadi jangan rakyat kita dibodohi tentang utang Rp 6.000 triliun, kalau Rp 6.000 triliun itu bisa produktif, bisa membangun, kemudian rakyat menikmatinya, dan kita bisa kembalikan, kenapa jadi masalah?” ujar Luhut dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges – Arah Bisnis 2022: Momentum Kebangkitan Ekonomi, Rabu (15/12).

Dia pun menegaskan, masyarakat perlu disosialisasikan lebih lanjut perihal data-data tersebut. “Lihatlah dengan jernih, kritiklah pemerintah dengan data-data dan didik masyarakat kita untuk paham dengan data-data juga. Jangan kita membuat berita-berita yang tidak penting.”

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti utang pemerintah karena beberapa hal. Pertama, utang pemerintah dinilai melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.

Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

Selain itu, indikator kesinambungan fiskal 2020 tercatat sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen. {kumparan}