Sudah Tayang Di Bioskop, Ini Review Film Spider-Man: No Way Home

Penantian penggemar akan penutup trilogi Spider-Man yang tergabung dalam Marvel Cinematic Universe alias era Tom Holland ini jelas terbayar tuntas.

Spider-Man: No Way Home menjadi karya Spider-Man terbaik yang pernah tayang di layar lebar, bahkan tidak berlebihan bila saya anggap sekuel ini adalah sebagai salah satu film Marvel terbaik.

Kisah Spider-Man: No Way Home tidak lagi hanya berkutat dengan keegoisan bocah remaja yang menjadi superhero seperti kebanyakan kisah Spider-Man, atau hanya sekadar pamer aksi laga juga fantasi yang penuh CGI dan membuat kagum.

Spider-Man: No Way Home mencoba menjadi lebih dewasa dengan kisah soal pergulatan batin akan pilihan dalam hidup, menghadapi ketakutan di masa lalu dan kekhawatiran di masa depan, pembelajaran untuk merelakan, dan menghargai apa yang dimiliki saat ini.

Serta tentu saja, sebuah kutipan legendaris yang ada dalam film Spider-Man adalah esensi dari film ini: with great power comes great responsibility.

Pendewasaan dalam No Way Home bukan hanya bisa dilihat masalah yang dibawa, tetapi juga bagaimana perkembangan karakter Peter Parker. Peter yang dibintangi Tom Holland jelas menunjukkan sebuah proses pendewasaan yang menyakitkan namun juga bermakna.

Spider-Man: No Way Home Tuai Pujian Kritikus Film

Komentar Penonton Pertama Spider-Man No Way Home: Mau Nangis
Selain itu, bobot emosi dalam film ini jelas melebihi dua film lainnya yang kental bernuansa remaja yang ceria, ringan, penuh canda dan fantasi, serta masalah terbesar adalah bagaimana adaptasi juga pencarian jati diri serta cinta monyet.

Dalam No Way Home, kegelapan cerita ala Spider-Man di bawah semesta Sony Pictures dibawa dalam film Marvel (di bawah Disney) yang family-oriented. Namun di balik kegelapan cerita itu, ada kehangatan yang jelas tidak ditemukan dari dua film sebelumnya.

Peter Parker dalam film ini bukan hanya menunjukkan arti penting dari keberadaan orang-orang tercinta di sekitarnya, seperti keluarga dan sahabat, tetapi lebih penting lagi yaitu ketika yakin akan kemampuan diri sendiri.

Bukan hanya itu. Spider-Man No Way Home secara tersirat memberi pesan bahwa kadang kala, bantuan yang datang saat kita terpuruk justru ‘diri kita yang lain’. Seolah seperti ketika kita menemukan jawaban dari pertanyaan yang kita tanya sendiri di depan cermin.

Atas dasar perkembangan cerita yang begitu signifikan dibanding Homecoming (2017) serta Far From Home (2019), saya memberikan apresiasi khusus pada duo penulis trilogi Spider-Man ini, Chris McKenna dan Erik Sommers.

Di sisi lain, bukan hanya Peter Parker yang berkembang. Tom Holland pun secara mengejutkan mampu menampilkan kualitas akting yang mumpuni dalam membawakan beban cerita No Way Home.

Tak mustahil aksi Tom Holland dalam film ini bisa membawa dampak positif untuk karier masa depan aktor Inggris itu.

Sementara itu secara sinematik, film ini sejatinya memang memiliki eksekusi yang tak jauh berbeda dibandingkan film Marvel-Disney sebelumnya.

Namun konsep multiverse dalam Fase 4 Marvel Cinematic Universe ini tampaknya menjanjikan petualangan dan kejutan yang menarik di masa depan, terlepas kerumitan dalam memahaminya, dan pandangan sebagian penonton yang menilai ini adalah “pemaksaan” dan “cocoklogi”.

Namanya juga drama fantasi, Marvel bebas sesuka hati memanfaatkan kekayaan intelektual karakter-karakter yang mereka miliki. Namun satu yang patut diapresiasi dari fase ini adalah kematangan dalam penggarapan narasi cerita film juga serialnya.

Hal itu berkaca dari sejumlah judul, sebut saja Loki, WandaVision, Shang-chi and the Legend of the Ten Rings, hingga Spider-Man No Way Home. Mohon maaf untuk Eternals sepertinya sebuah pengecualian.

Marvel mencoba lebih humanis dalam fase ini. Bukan lagi hanya sekedar narasi egosentris akan siapa yang menang dan siapa yang punya senjata paling hebat seperti pada Infinity Saga, tetapi bagaimana mengajak penonton menyelami sisi manusiawi dari para superhero baru Marvel.

Meski begitu Marvel tak melupakan bagaimana mereka memuaskan para penggemarnya yang loyal. Hal itu terlihat dari dua setengah jam Spider-Man No Way Home berjalan.

Selain itu, film ini seolah sekaligus sebagai sebuah jawaban bahwa perbedaan rumah produksi dan pemegang lisensi sebuah karakter tidaklah menjadi soal untuk berkolaborasi dan memuaskan penggemar karakter itu.

Kini semua bergantung pada Marvel dan Sony Pictures. Apakah mereka akan merelakan apresiasi luar biasa dari para penggemar akan No Way Home dengan memilih ego masing-masing, atau mulai bekerja sama dengan baik untuk memuaskan penggemar. Toh pada akhirnya, penggemar senang, cuan pun datang kan?

Pada akhirnya, Spider-Man No Way Home sejatinya bukan hanya menjadi penutup yang manis dari trilogi Peter Parker versi Tom Holland, tetapi standar baru dari kisah semesta Spider-Man di masa depan. {cnn}